Selasa, 31 Agustus 2010

IBU…, CERITAKAN AKU TENTANG IKHWAN SEJATI…

Seorang remaja putri bertanya pada ibunya: Ibu, ceritakan padaku tentang ikhwan sejati…

Sang Ibu tersenyum dan menjawab…
Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar, tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya ….

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang, tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran… ..

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya, tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa …

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia di hormati ditempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati didalam rumah…

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan, tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan…

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang, tetapi dari hati yang ada dibalik itu…

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja, tetapi komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya. ..

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan, tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan…

Ikhwan Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca Al-Quran, tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca…

….setelah itu, ia kembali bertanya…
” Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu, Ibu ?”
Sang Ibupun memberikan bukunya sambil berkata…. “Pelajari tentang dia…”
ia pun mengambil buku itu
“MUHAMMAD”, judul buku yang tertulis di buku itu…..

Segenggam garam dan telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, ia didatangi seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan wajahnya kusam. Keadaan tubuhnya tak karuan. Ia seperti sedang menghadapi sebuah masalah yang sangat menyusahkan hatinya. Begitu bertemu dengan si orang tua yang bijak, ia segera menceritakan semua permasalahan yang ia hadapi.
Pak Tua yang bijak hanya mendengarkannya dengan seksama. Begitu tamunya selesai bertutur, ia lalu mengambil segenggam garam dan memintanya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya,” ujar Pak Tua itu.
“Pahit…., pahit sekali,” jawab anak muda itu sambil meludah ke samping.
Pak Tua tersenyum. Lalu ia mengajak tamunya berjalan-jalan di hutan sekitar rumahnya. Kedua orang itu berjalan di hutan sekitar rumahnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan. Setelah melakukan perjalanan cukup lama, akhirnya mereka tiba di tepi sebuah telaga yang tenang. Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, ia mengaduk air telaga sehingga sebagian airnya terciprat membasahi wajah anak muda itu.
“Sekarang, coba ambil air dari telaga ini dan minumlah!” ujar Pak Tua kemudian.
Anak muda itu menuruti apa yang diminta Pak Tua. Ia segera meminum beberapa teguk air telaga. Begitu tamunya selesai mereguk air, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”
“Segar!” sahut anak muda itu.
“Apakah engkau bisa merasakan garam di dalam air itu?” tanya Pak Tua lagi.
“Tidak,” jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua menepuk-nepuk punggung si anak muda. Lalu ia mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
“Anak muda, dengarkanlah ucapanku. Pahitnya kehidupan yang engkau rasakan seperti segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit itu sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu tergantung dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi ketika engkau merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa engkau lakukan untuk mengatasinya. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskan hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu kembali menambahkan nasihatnya, “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Qalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan. “
Keduanya beranjak meninggalkan tepian telaga. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan segenggam garam untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya untuk meminta nasihat.

(diambil dari Sabili No.24 Th.IX)

Istriku......

Istriku, sudah lebih dari tiga tahun usia pernikahan kita, sudah lebih dari dua tahun usia anak kita…

Istriku, di tahun pertama pernikahan kita, aku merasakan kegembiraan yang luar biasa. Karena saat itu aku bangga sekali menikah dengan mu. Hubungan kita mesra sekali waktu itu, apalagi semenjak tumbuh buah cinta kita di janinmu.

Istriku, di tahun kedua usia pernikahan kita, aku juga merasakan kegembiraan yang sama. Karena buah cinta kita telah lahir kedunia ini. Seorang bayi mungil yang lucu, cakep, dan menggemaskan adalah sebagai pelengkap kebahagiaan kita.

Istriku, di tahun ketiga usia pernikahan kita aku merasakan banyak hal-hal yang berbeda menyangkut hubungan kita. Engkau sudah mulai berubah, tidak seperti satu atau dua tahun yang lalu.

Istriku, entah apa yang terjadi sekarang pada dirimu. Seringkali aku merasa sakit hati akan perlakuan darimu. Mungkin engkau tidak tahu akan hal ini, karena aku berusaha memendamnya dalam kalbuku saja. Seringkali aku menangis sendiri, dan bersedih hati karena perilakumu itu.

Istriku, engkau adalah bunga dari keluarga kita. Bunga yang harus mengeluarkan aroma wangi setiap saat. Aku telah berusaha menyirami dan memberi pupuk bunga itu, namun aku tidak tahu kenapa aroma wangi itu tidak dapat aku rasakan saat ini.

Istriku, kembali aku teringat akan suatu hadist tentang wanita : “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan2 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim )

Istriku, tidak banyak yang aku minta dari mu. Aku hanya menginginkan engkau bisa menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya, dan juga seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya. Hanya itu yang aku inginkan darimu. Aku tidak akan pernah menuntut yang lebih dari itu.

Istriku, engkau adalah perhiasanku. Selayaknya perhiasan adalah benda berharga yang dicintai pemiliknya. Benda berharga yang akan menyenangkan bila aku pandang setiap saat.

Istriku, aku turut bersedih akan perubahan sikap mu.

Istriku, aku selalu berharap, setiap aku pulang kerja dari kantor, aku berharap akan mendapatkan senyumanmu yang manis. Senyuman yang tulus dari bibirmu yang indah. Tapi yang sering kudapatkan hanyalah sebuah bibir yang kaku tanpa jiwa. Sudah seringkali aku mendapatkan hal tersebut.

Istriku, aku tidak tahu bagaimana tanggapan dirimu soal aku. Karena seringkali jika ada masalah sedikit saja, kau langsung diam seribu bahasa. Istriku, engkau tidak pernah meminta maaf kepadaku jika sudah beberapa hari engkau membisu kepadaku.

Istriku, aku sudah paham akan kewajibanku sebagai seorang suami. Aku telah berusaha melakukan itu dengan sebaik-baiknya. Aku juga berusaha memberikan contoh yang baik bagi engkau dan anak kita. Aku selalu mencontohkan kesabaran, keikhlasan tetang hubungan berumah tangga. Aku juga tidak pernah marah-marah dirumah, karena aku tahu bahwa itu adalah contoh yang buruk.

Istriku, aku juga terus berusaha untuk memperbaiki kesejahteraan kita. Aku memang bukan seorang yang bergaji besar, yang dapat membelikan engkau rumah yang indah, mobil yang mewah, dan perabot rumah tangga yang komplit. Namun, aku terus berusaha sekuat tenaga agar aku mendapatkan semua itu.

Istriku, engkau tidak lagi bersikap sabar, engkau tidak lagi bersikap ikhlas dalam melayani suamimu, engkau tidak lagi bersikap lembut jika berbicara denganku. Sifat sekarang adalah sifat seorang yang pemarah, emosianal jika ada suatu hal yang mengganggu pikiranmu, sifat terlalu kekanak-kanakan dalam mamandang beberapa hal.

Istriku, anak kita butuh bimbingan seorang ibu yang lemah lembut, penyayang, penyabar. Anak kita tidak butuh seorang ibu yang pemarah. Anak kita masih kecil, masih berusia kurang dari tiga tahun. Memang anak kita perkembangannya sangat lambat bila dibandingkan dengan anak seusianya, namun anak kita juga butuh sesuatu yang lebih dari sekedar cinta.

Istriku, tulisan ini aku buat karena aku sudah tidak tahan dengan sikapmu seperti ini. Mungkin aku lemah karena aku tidak bisa bertindak tegas, mungkin aku lemah karena aku tidak berani menegurmu. Namun semua itu kulakukan hanya untuk kelanggengan keluarga kita. Aku takut jika aku sedikit keras kepadamu, engkau akan lebih tidak terkendali lagi, dan tentunya akan sangat merusak hubungan kelurga kita.

Istriku, sifat seorang istri yang baik adalah seperti yang sudah dicontohkan Nabi kita :

  1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya.
  2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
  3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya.
  4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya.
  5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan.
  6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak melupakan kebaikannya,
  7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat tidur suaminya

Dalam shalat malamku, aku pasti berdoa agar kau bisa berubah. Aku selalu berdoa agar kau bisa menjadi istri yang baik bagi suamimu, dan ibu yang baik bagi anak-anakmu…

istriku, sambil menangis kutuliskan ini…..


Pembantu yang doanya selalu dikabulkan

Basrah, Iraq. Sudah beberapa lama tak turun hujan. Hari itu belum beranjak siang. Terik matahari mulai terasa. Angin musim kemarau berhembus. Angin kering padang pasir menerpa wajah. Orang-orang mulai kesulitan mendapati air. Demikian juga binatang peliharaan yang kelihatan kurus-kurus.

Hari itu penduduk Basrah sepakat untuk mengadakan shalat Istisqa’. Untuk meminta hujan yang sudah sekian lama tertahan. Shalat itu akan dihadiri para ulama Basrah dan tokoh masyarakatnya. Yang langsung akan dipimpin oleh salah seorang ulama pilihan di antara mereka. Nampak di antara para ulama yang sudah hadir Ulama Besar Malik bin Dinar, Atho’ As-Sulaimi, Tsabit Al-Bunani, Yahya Al-Bakka, Muhammad bin Wasi’, Abu Muhammad As-Sikhtiyani, Habib Abu Muhammad Al-Farisi, Hasan bin Abi Sinan, Utbah bin Al-Ghulam, dan Sholeh Al-Murri.

Benar-benar sebuah sholat Istisqo’ yang istimewa. Dihadiri orang-orang terbaiknya. Tentunya dengan harapan agar Allah menurunkan kembali hujan yang ditahan karena dosa-dosa manusia.

Para penduduk nampak berduyun-duyun mendatangi lapangan yang telah ditentukan. Para ulama pun sudah mulai nampak di lapangan itu. Anak-anak kecil yang asyik belajar di tempat pengajian Al-Qur’an mereka, juga nampak berlarian menuju lapangan. Demikian juga para wanitanya. Besar, kecil, laki, perempuan, tua, muda, semuanya tidak ada yang ketinggalan untuk mengikuti sholat. Dengan hanya satu harapan, agar hujan kembali turun.

Sholat dimulai. Dua rokaat sudah. Selesai itu sang imam menyampaikan khutbah dan doa panjangnya. Mengakui segala kelemahan dan kesalahan manusia yang menyebabkan murka Allah. Dan mengharap kembali turunnya berkah hujan dari langit. Karena masih ada orang tua dan binatang yang tidak bersalah ikut menanggung akibat dosa sebagian orang. Doa terus dipanjatkan.

Waktu terus beranjak siang. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Mendung tak kunjung datang. Langit masih terlihat cerah. Matahari semakin terasa terik. Sholat Istisqa’ selesai. Semua penduduk pulang ke rumah masing-masing. Tinggallah para ulama yang masing-masing bertanya dalam hati mengapa hujan tak kunjung datang. Padahal telah berkumpul orang-orang baik dan pilihan di masyarakat Basrah.

Akhirnya diputuskan untuk menentukan hari lain. Mengulang sholat Istisqa’ berharap untuk kali ke dua ini, Allah mengabulkan doa mereka. Sholat kedua ditentukan. Suasana sholat ketika itu tidak jauh berbeda dengan sholat sebelumnya. Dan kali ini pun belum ada tanda-tanda dikabulkannya doa. Langit masih sangat cerah dengan terik matahari tengah hari. Tanda tanya di hati para ulamanya semakin besar.

Sholat ketiga pun segera menyusul. Semoga yang ketiga inilah yang didengar, begitu harapan mereka. Persis seperti yang pertama dan kedua, sholat yang ketiga pun mempunyai suasana yang sama. Dan ternyata hasilnya pun sama. Hujan masih tertahan entah karena apa. Tanda tanya di hati para ulama Basrah kian menggelayut di dalam hati mereka masing-masing. Tanpa jawaban. Seluruh penduduk dan ulamanya pulang ke rumah dan tidak tahu kapan musim kering itu berlalu.

Tersisa Malik bin Dinar dan Tsabit Al-Bunani di lapangan terlihat berbincang serius. Perbincangan itu dilanjutkan di masjid yang tidak jauh dari tempat itu. Hingga malam datang menjelang. Masjid sudah sepi, tidak ada lagi yang sholat. Karena sudah malam larut.

Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh seorang dengan kulit berwarna gelap, wajah yang sederhana, dengan betis tersingkap yang terlihat kecil, dengan perut buncit. Orang itu memakai sarung dari kulit domba, demikian juga kain yang dipakainya untuk atas badannya. “Aku memperkirakan semua yang dipakainya tidak melebihi dua dirham saja,” kata Malik bin Dinar. Yang menunjukkan bahwa orang itu hanyalah orang miskin yang tidak memiliki banyak harta.

Malik bin Dinar mengamati gerak-geriknya, ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh orang hitam itu di larut malam seperti ini. Orang itu menuju tempat wudhu. Setelah selesai wudhu, seperti tanpa mempedulikan Malik dan Tsabit yang mengamatinya dari tadi, orang itu menuju mihrab imam kemudian sholat dua rokaat. Sholatnya tidak terlalu lama. Surat yang dibaca tidak terlalu panjang. Ruku’ dan sujudnya sama pendeknya dengan lama berdirinya.

Selesai sholat, orang itu menengadah tangannya ke langit sambil berdoa. Malik bin Dinar mendengar isi doa yang disampaikan dengan suara yang tidak terlalu tinggi tapi terdengar. “Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya.”

Setelah mendengar itu Malik bin Dinar berkata, “Belum lagi dia menyelesaikan perkataannya, angin dingin pertanda mendung tebal menggelayut di langit. Kemudian tidak lama, hujan turun dengan begitu derasnya. Aku dan Tsabit mulai kedinginan.”

Malik dan Tsabit hanya bisa tercengang melihat orang hitam itu. Mereka berdua menunggu hingga orang itu selesai dari munajatnya. Begitu terlihat orang itu selesai, Malik menghampirinya dan berkata, “Wahai orang hitam tidakkah kamu malu terhadap kata-katamu dalam doa tadi?” Orang tdai bertanya, “Kata-kata yang mana?” “Kata-kata: dengan kecintaan-Mu kepadaku,” kata Malik. “Apa yang membuatmu yakin bahwa Allah mencintaimu?” sambung Malik. Orang itu menjawab, “Menyingkirlah dari urusan yang tidak kamu ketahui, wahai orang yang sibuk dengan dirinya sendiri! Dimanakah posisiku ketika aku dapat mengkhususkan diri kami untuk beribadah hanya kepada-Nya dan ma’rifat kepada-Nya. Mungkinkah aku dapat memulai hal itu jika tanpa cinta-Nya kepadaku sesuai dengan kadar yang dikehendaki dan cintaku kepada-Nya sesuai dengan kadar kecintaanku.”

Setelah berkata itu, dia pergi begitu saja dengan cepatnya. Malik memohon, “Sebentar, semoga Allah merahmatimu. Aku perlu sesuatu.” Orang itu menjawab, “Aku adalah seorang budak yang mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah tuanku.”

Akhirnya Malik dan Tsabit sepakat untuk mengikuti dari jauh. Ternyata orang itu memasuki rumah seorang yang sangat kaya di Basrah yang bernama Nakhos. Malam sudah sangat larut. Malik dan Tsabit merasakan sisa malam begitu panjang, karena rasa penasarannya untuk segera mengetahui orang itu di pagi harinya.

Pagi yang dinanti akhirnya tiba. Malik yang memang mengenal nakhos itu segera menuju rumahnya untuk menanyakan budak hitam yang dijumpainya semalam. “Apakah engkau punya budak yang bisa engkau jual kepadaku untuk membantuku?” kata Malik bin Dinar beralasan untuk mengetahui budak hitam yang dijumpainya semalam. Nakhos berkata, “Ya, saya mempunyai seratus budak. Kesemuanya bisa dipilih.” Mulailah Nakhos mengeluarkan budak satu per satu untuk dilihat Malik. Sudah hampir semuanya dikeluarkan, ternyata Malik tidak melihat budak yang dilihatnya semalam. Sampai Nakhos menyatakan bahwa budaknya sudah dikeluarkan semua. “Apakah masih ada yang lain?” tanya Malik. “Masih tersisa satu lagi,” jawab Nakhos.

Saat itu waktu mendekati waktu dhuhur. Saat istirahat siang. Malik berjalan ke belakang rumah menuju suatu kamar yang sudah terlihat reot. Di dalam kamar itulah Malik melihat budak hitam yang dilihatnya semalam sedang tertidur lelap. “Nakhos, dia yang saya mau, ya demi Allah dia,” kata Malik semangat. Dengan penuh keheranan Nakhos berkata, “Wahai Abu Yahya, itu budak sial. Malamnya habis untuk menangis dan siangnya habis untuk sholat dan puasa.” “Justru untuk itulah aku mau membelinya,” kata Malik. Melihat kesungguhan Malik, Nakhos memanggil budak tadi.

Dengan wajah kuyu, dengan rasa kantuk yang masih terlihat berat budak itu keluar menemui majikannya. Nakhos berkata kepada Malik, “Ambillah terserah berapa pun harganya agar aku cepat terlepas darinya.”

Malik mengulurkan dua puluh dinar sebagai pembayaran atas harga budak itu. “Siapa namanya?” tanya Malik yang sampai detik itu masih belum mengetahui namanya. “Maimun.”

Malik menggandeng tangan budak itu untuk diajak ke rumahnya. Sambil berjalan, Maimun bertanya, “Tuanku, mengapa engkau membeliku padahal aku tidak cocok untuk membantu?”

Malik berkata, “Saudaraku tercinta, kami membelimu agar kami bisa membantumu.” “Kok bisa begitu?” tanya Maimun keheranan. “Bukankah kamu yang semalam berdoa di masjid itu? Tanya Malik. “Jadi kalian sudah tahu saya?” Maimun kembali bertanya. “Ya akulah yang memprotes doamu semalam,” kata Malik.

Budak itu meminta untuk diantar ke masjid. Setelah sampai ke pintu masjid, dia membersihkan kakinya dan masuk. Langsung sholat dua rokaat. Malik bin Dinar hanya bisa diam sambil mengamatinya dan ingin tahu apa yang ingin dilakukannya. Selesai sholat, orang itu mengangkat tangannya berdoa seperti yang dilakukannya kala malam itu. Kali ini dengan doa yang berbeda, “Tuhanku, rahasia antara aku dan Engkau telah Engkau buka di hadapan makhluk-makhluk-Mu. Engkau telah membeberkan semuanya. Maka bagaimana aku nyaman hidup di dunia ini sekarang. Karena kini telah ada yang ketiga yang menghalangi antara aku dan diri-Mu. Aku bersumpah, agar Engkau mencabut nyawaku sekarang juga.”

Tangan diturunkan, budak itu kemudian sujud. Malik mendekatinya. Menunggu dia bangun dari sujudnya. Tetapi lama dinanti tak juga bangun. Malik menggerakkan badan budak itu, dan ternyata budak itu sudah tidak bernyawa lagi.
(Tarbawi, No. 64 Th. 5)

Puasa adalah Hadiah dari Allah untuk Umat Manusia

Alhamdulillah sudah 21 hari kita melaksanakan ibadah puasa, godaan dan halangan yang menyebabkan kita membatalkan puasa dapat kita lewati dengan mudah. Semoga Allah mengizinkan kita semua melaksanakan puasa genap sebulan penuh tanpa bolong-bolong, sampai hari Raya Idul Fitri nanti.

Allah Swt sengaja mewajibkan umat manusia untuk melaksanakan puasa, tidak hanya kepada umat Nabi Muhammad SAW, tetapi umat-umat sebelumnya juga telah Allah perintahkan untuk melaksanakan puasa. Agar umat manusia dapat menjadi orang yang taqwa dan punya derajat yang lebih tinggi disisi Allah Swt. SubhanAllah.

Pada hakekatnya puasa itu adalah merupakan sebuah hadiah yang diberikan oleh Allah Swt untuk seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Dengan maksud dan tujuan agar setiap individu dapat mensucikan dirinya dan dapat membersihkan batiniahnya dari segala jenis kotoran yang ditinggalkan oleh hawa nafsu.

Dan di dalam Islam sendiri, berkaitan dengan puasa ini, seorang muslim diperintahkan untuk mengikutsertakan seluruh anggota jawariahnya untuk bersama-sama menahan dari segala yang perbuatan-perbuatan tercela dengan cara membiasakan diri untuk menuju jalan yang terpuji agar setelah melewati bulan puasa nanti dapat terbiasa melakukan hal-hal yang baik pula.

Satu contoh, mata kita, yang mungkin biasanya sebelum bulan puasa sering dipake untuk melihat-lihat blog atau website yang mengumbar gambar-gambar yang tak senonoh, saatnya di bulan ini untuk menghindari link-link yang berbau pornografi.

Begitu juga dengan kaki kita, tangan dan seluruh anggota tubuh kita agar senantiasa tidak memperturutkan hawa nafsu kotor kita untuk melakukan perbuatan yang tidak diridhoi oleh Allah swt. Saatnya kita semua bertafakur, memperkaya amaliyah serta mendekatkan diri dan hati kita hanya kepada Sang Kholik, Allah Azza Wajala.

Pada bulan Ramadhan inilah, waktu yang tepat untuk bertaubat, bulan yang tepat untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan cara bersama-sama berkumpul dengan orang-orang shaleh, beramai-ramai untuk melakukan shalat tarawih dan witir, dan juga membiasakan diri untuk duduk berlama-lama di mesjid, mengaminkan doa-doa yang panjang dan ikut larut dalam sebuah perkumpulan-perkumpulan yang mengupas makna yang terkandung dalam ayat-ayat Allah. Sehingga kita benar-benar menjadi orang yang dirindukan oleh syurgaNya Allah Swt.

SubhanAllah

Andai Ini Ramadhan Terakhir

Wahai dikau…renunglah engkau akan nasib diri
Wahai kalbu…sedarkah engkau akan gerak hati
Wahai akal…terfikirkah engkau akan apa yang bakal terjadi
Andai ini merupakan Ramadhan yang terakhir kali
Buatmu sekujur jasad yang bakal berlalu pergi
Tatkala usia bernoktah di penghujung kehidupan duniawi
Pabila tiba saat tepat seperti yang dijanjikan Ilahi
Kematian…adalah sesuatu yang pasti

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
Tentu aku akan sangat sibuk berjuang meningkatkan kualitas puasaku.. Tidak hanya menahan lapar dahaga saja tapi apapun itu aku mempuasakan kehendak diriku
Tentu aku akan sangat sibuk berfikir+zikir dengan Al Quran surat cinta dari Allah kepadaku
Tentu aku tak akan jemu meresapi makna quran dalam kalbu sehingga menjadi keyakinan dalam hatiku
Sebaik2nya yang tertanam di kalbu adalah Keyakinan..
Dengan keyakinan Ilahiah aku bisa menjadi lebih taat/takwa kepada Allah SWT

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
Tentu solatku ku kerjakan di awal waktu
Sholat yang dikerjakan…sungguh khusyuk lagi tawadhu’
Jiwa dan raga…bersatu memperhamba diri
Mengadap Rabbul Jalil… menangisi kecurangan janji

“innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil ‘alamin”
Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku…
kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
Tidak akan ku sia-siakan walau sesaat yang berlalu
Setiap waktu tak akan disia-siakan begitu saja
Di setiap kejadian sunatullah yang menimpaku…
Iqro..bacalah..bacalah..bacalah Al Quran dengan hatiku tidak hanya stop ditenggorokanku saja..
alias lipservice saja..
tapi meresap di hatiku

Inilah peluang emasku untuk Iqro plus berfikir dengan Al-Quran lebih banyak
Sehingga aku bisa mengkayakan Keyakinan Ilahiyahku..
Karena Keyakinan Menentukan Sikap

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
Tentu malamku akan kulewati dengan berterawih…berqiamullail…bertahajjud…
mengadu…merintih…meminta belas kasih
“Sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi…aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU”
oleh itu duhai Ilahi…
kasihanilah daku hamba-MU ini

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
Tentu diriku tak akan melupakan orang-orang yang tersayang disekelilingku
Untuk mengajak menyambut Ramadhan dengan rasa rindu
dan kita raih…..suatu malam idaman
yang lebih baik dari seribu bulan…. malam lailatul qadar

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
Tentu aku bakal bersedia batin dan zahir
mempersiap diri…rohani dan jasmani
menanti-nanti jemputan Izrail
di kiri dan kanan …lorong-lorong redha Ar-Rahman

Andai ku tahu ini Ramadhan terakhir
duhai Ilahi….
Andai ini Ramadhan terakhir buat kami
Jadikanlah ia Ramadhan paling berarti…paling berseri…
Menerangi kegelapan hati-hati kami
Menyuluhi diri ke jalan menuju redha serta kasihsayang Mu Ya Ilahi…
mencapai Dunia Bahagia
dan semoga Akhirat Surga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti
dan Berkah lahir batin ….
kembali putih bersih
Fitrah seperti ibu yg baru melahirkan anaknya …

Ahhh .. andai ini RAMADHAN terakhir …
aku ingin keluar terlahir sebagai ‘PemenanG’ dunia akhirat ….

Andaiku tahu ini Ramadhan terakhir
Aku akan mempersiapkan bekal amal sholehku sebanyak-banyaknya
Pengorbanan jiwa raga dan materi di jalan Allah…
semuanya kuniatkan semata-mata lillahi ta’ala.

Namun…
Tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
Apakah Ramadhan ini merupakan yang terakhir kali
Yang bisa dilakukan bagi seorang hamba itu
hanya berusaha…bersedia…meminta belas-NYA
Andai benar ini Ramadhan terakhir buatku…

Semoga menjadi inspirasi untuk meningkatkan kualitas ibadah kita, lebih – lebih di bulan yang penuh dengan keberkahan ini.

Jaga sholatmu !!!!

Kolak Mak

Penulis : Fiyan Arjun

"Sudahlah, Mak ndak usah jualan kolak lagi. Lagi pula buat siapa sih, Mak? Bukannya nanti Narto kirimin uang buat Mak tiap bulan kalau Narto sudah bekerja di Jakarta. Sudahlah, Mak lebih baik istirahat saja dan Mak bisa menjalani ibadah Ramadhan kali ini dengan khusyu," kataku panjang lebar saat membantu Mak di dapur sambil membersihkan singkong yang Mak beli di pasar pagi suatu hari. Dimana saat kakiku belum meninggalkan kampung halaman untuk memenuhi panggilan kerja di kota Jakarta.

Mak diam seribu bahasa. Tak memberi jawaban satu pun. Apalagi ucapan yang terlontar dari bibirnya yang mulai kering itu. Aku pun jadi serba salah.

"Mak marah ya sama Narto? Kalau begitu, Narto minta maaf sama Mak," ujarku lagi meminta maaf kepada Mak.

"Bukan begitu, Le. Mak berjualan kolak semata-mata untuk menjalankan mendiang wasiat Ayahmu sebelum meninggal. Ayahmu dulu bilang, Mak tetap harus jualan kolak. Lagi pula, Mak jual bukan semata-mata mencari uang kok, Le, melainkan untuk membantu mereka yang sedang berbuka puasa, terlebih saat sulit mencari makanan untuk berbuka. Dan kolak Mak-lah satu-satunya jadi makanan untuk berbuka."

Aku diam terpaku. Tak ada jawaban lagi yang dapat aku lontarkan untuk Mak. Semua perkataan Mak ada benarnya juga. Aku tak bisa lagi menggugatnya untuk melarang Mak berjualan kolak di depan teras rumah. Berjualan kolak di saat bulan Ramadhan tiba.

***

"Lho, kok kamu melamun saja sih, To. Sudah adzan maghrib tuh. Memangnya kamu tidak mendengar adzan masjid di depan," tiba-tiba suara Seno, kawan sesama kost-anku mengejutkan aku dari belakang. "Oya, nih aku bawakan kolak buat kamu buka puasa," lanjut Seno lagi sambil menaruh kolak di atas meja kecil yang ada di hadapanku.

Aku pun terkesiap. Terkejut. Sontak terkaget saat Seno tiba-tiba sudah menaruh kolak di depan mukaku. Kulihat kolak itu terbungkus rapi dengan plastik putih berdiri dengan tegak merayu untuk segera aku nikmati untuk melepaskan dahaga seharian berpuasa. Tanpa kusadari, kolak itu membuatku teringat dengan kenanganku di kampung bersama Mak disaat aku membantunya membuat kolak di dapur. Terlebih pada saat bulan seperti ini. Bulan Ramadhan tiba. Cukup banyak pesenan, baik dari tetangga yang ingin memesannya maupun bagi mereka yang ingin berbuka dengan kolak Mak.

"Lho, kok belum dibuka juga sih, To. Nanti keburu dingin lho? Bukannya menyegerakan berbuka puasa itu lebih bagus," Seno lagi-lagi memberitahukanku untuk segera berbuka puasa, sehingga membuat lamunanku dengan Mak di kampung halaman hilang sekejap.

"Hmm... Makasih-makasih, No. Maaf, aku nggak dengar kamu," ucapku tergagap kepada Seno.

Seno adalah kawan sekost-anku sejak aku bekerja di Jakarta. Aku mengenalnya saat aku diterima di kost-an, tempat aku berlindung dari sengatan matahari dan terpaan hujan di belantara kota ini. Selama itulah aku menjadi mengenal baik dirinya. Ternyata Seno adalah penghuni lama kost yang aku tempati. Ia tinggal di tempat itu sudah dua tahun lamanya. Bukan itu saja, Seno ternyata senasib denganku, tapi ia lebih tragis. Ia pergi jauh meninggalkan kampung halamannya karena semata faktor kemiskinan yang dilanda keluarga di kampung. Dikarenakan semua sawah serta ladang keluarga miliknya itu habis buat taruhan judi ayahnya semasa hidupnya dulu di kampung. Ia harus menghidupi tiga orang adik-adiknya yang masih kecil serta neneknya yang merawat adik-adiknya itu. Yang membuat aku lebih terkejut, ternyata ia seorang yatim piatu.

"Ya, sudah buka puasa dulu. Aku tahu kamu teringat sama ibu kamu di kampung kan? Aku juga sama kok sama kamu seperti itu. Aku teringat orang-orang yang aku cintai di kampung. Tapi aku bisa menghalau itu semua dengan shalat malam agar rasa rinduku hilang dan berganti dengan do'a untuk mereka. Yuk, kita shalat maghrib, nanti kita tidak ikut jama'ah lagi. Ya, sudah aku wudhu dulu ya, nanti kamu menyusul."

***

Sudah tiga kali puasa dan tiga kali Lebaran aku bekerja di Jakarta. Tapi sekali pun aku belum bisa menapakan kakiku di kampung halaman. Melepaskan rinduku yang sudah menggumpal bagai magma gunung Merapi yang ingin ke luar untuk ibuku di kampung. Bekerja selama tiga tahun membuat aku semakin rindu akan pelukan Mak, apalagi kolak buatan Mak yang tiap kali ia hidangkan dengan dihiasi senyumnya yang teduh untukku. Ah, Mak, maafkan Narto anakmu ini. Narto belum sempat menjenguk Mak di kampung. Do'akan ya, Mak, Lebaran kali ini Narto bisa pulang ke pelukan Mak. Narto sudah kangen kolak Mak.

"Oya, No, tanggal berapa sekarang?" tanyaku pada Seno singkat.

"Memangnya kenapa? Bukannya Lebaran masih lama. Masih dua minggu lagi kan," jawab Seno sambil menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Sedangkan aku, asyik melingkari angka-angka di kalender yang terpampang di atas dinding tembok kost-an.

"Ah, nggak kok, No. Aku cuman bertanya saja. Boleh kan aku tanya?" elakku agar tak ketahuan rinduku yang semakin tak terbendung terhadap orang yang sangat aku sayangi sekali. Mak. Ya, Mak, orang yang selama ini aku impikan dan aku rindukan disaat bulan-bulan seperti ini. Bulan penuh rahmat dan penuh ampunan. Bulan Ramadhan yang keempat kalinya aku menyimpan rinduku pada Mak di kampung.

Ini adalah bulan Ramadhan yang keempat kalinya aku tak bisa bertemu dengan Mak. Keempat kalinya juga aku tak merasakan kolak buatan Mak selama aku berbuka puasa. Seno-lah yang selama ini banyak membantuku menyiapkan. Dan ia pasti tahu bahwa aku sangat suka sekali dengan kolak. Terlebih kolak yang dibungkus plastik putih. Aku sangat menyukainya. Ya, hitung-hitung untuk membunuh rasa rinduku kepada Mak di kampung halaman.

"Eya, No, terima kasih sekali ya atas bantuanmu selama ini. Entah apalagi yang harus aku ucapakan buat kamu. Siapa lagi kalau bukan kamu yang menyiapkan makanan untuk berbuka. Terlebih pekerjaanku yang semakin menyita waktu, hingga aku pun tak sempat sama sekali menyiapkan menu buka puasa buat kita berdua."

"Sudahlah, To. Toh, aku senang kok. Lagi pula, yang penting ibadah kamu tak terganggu, aku pun sudah senang. Bukankah menyiapkan makanan untuk orang berpuasa lebih banyak pahala dan bagus?"

"Eya, benar juga ya, No."

Akhirnya kami berdua pun tertawa bersama-sama. Baru kali ini aku bisa tertawa bersama Seno dalam satu kost-an. Padahal, aku sudah lama mengenal Seno. Itu pun sangat langka aku lakukan disaat bulan seperti ini. Bulan yang membuat aku semakin disibukkan kerja. Apalagi jika minus seminggu Lebaran tiba, aku pun terpaksa harus bekerja lebih dari biasanya. Lagi-lagi aku pasti tak bisa berkumpul berbuka puasa bersama Seno di kost-anku. Begitu juga rasa rinduku pada Mak di kampung halaman.

***

"Kamu sudah siap To pulang ke kampung halamanmu kali ini? Bukannya kamu sudah janji sama Mak kamu bahwa Lebaran kali ini kamu akan pulang?" Seno mengingatkaku lagi sambil menyiapkan makanan untuk berbuka.

"Entahlah, aku tak tahu, No. Tempat aku bekerja tak membolehkan aku pulang di hari raya nanti. Aku diperbolehkan nanti saat seminggu setelah Lebaran tiba. Itu juga aku bekerja karena terpaksa menggantikan kawanku yang kecelakaan dirawat di rumah sakit," jawabku llirih pada Seno yang saat itu merasa prihatin dengan keadaanku. Seno tahu benar bahwa saat itu aku sangat menginginkan pulang ke kampung halaman untuk menjenguk dan melepas rinduku pada Mak.

"Kamu sendiri, No, tidak pulang kampung?" balasku menanyakan kepulangan Seno nanti ke kampung halamannya.

"Kalau aku, tidak, To. Aku lebih baik mengirimkan uang dan pakaian-pakaian Lebaran buat adik-adikku dan nenek di kampung. Toh, Lebaran di kampung dan di sini sama saja. Lagi pula, biaya untuk ke kampung lebih mahal daripada yang kukirim untuk adik-adikku dan nenekku. Lebih baik aku di sini saja."

Lagi-lagi aku mendengar jawaban seperti itu dari mulut Seno. Ia merasa bahwa kepulangannya ke kampung tak begitu berarti bagi dirinya. Baginya, ia sudah berbuat lebih untuk adik-adik dan neneknya di kampung. Itu sudah lebih baik daripada ia nanti harus bersusah payah jika kembali ke Jakarta, dikarenakan biaya dari kampungnya ke Jakarta lebih mahal. Itulah alasannya ia tak mau pulang saat orang-orang merayakan hari kemenangannya selama sebulan penuh itu.

***

Allahu akbar .. Allahu akbar ..

Allahu akbar .. Allahu akbar ..

"Alhamdulillah, kita akhirnya menang juga ya, To. Puasa kita akhirnya lulus juga sampai akhir. Buka yuk?" Seno melonjak kegirangan atas keberhasilannya berpuasa hingga penuh. Lulus sampai akhir di hari raya kemenangan..

"Oh, iya ya," jawabku sambil menatap ke arah kolak yang sudah ada di hadapanku yang seperti biasa Seno bawakan untuk berbuka puasa. Kolak. Ya, kolak makanan yang sama seperti Mak buat di kampung halaman.

sumber : KotaSantri.com

Cinta yang Tak Sederhana

Penulis : agus triningsih

Aku ingin mencintaiMu dengan sederhana :
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaiMu dengannya tiada sederhana :
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikan air kehidupan

Aku menemukan deretan kata tersebut dalam diary. Entah dari buku mana aku mengutipnya. Satu hal yang pasti, rangkaian kata tersebut, kembali membuatku merenung : berhenti sejenak. Mencoba menelisik ke dalam hati hingga relung-relung yang terdalam. Mencari satu kata dalam jiwa.

C i n t a.
Ya, cinta.

Hati ini sering terbeli oleh orang yang berbuat baik kepadaku. Itulah cinta, cinta yang membuatku ringan berbuat bahkan berkorban. Aku cinta kepada orangtua yang sudah banyak memberi kebaikan. Aku pun Cinta kepada siapa saja yang membuat kita mendapatkan nikmat kebaikan. Tapi sesungguhnya semua sumber kebaikan adalah hanya dari Allah. Sedangkan makhluk hanyalah jalan nikmat yang Dia berikan. Maka sesungguhnya kepadaNya-lah aku harus jatuh cinta. Maka sesungguhnya cinta sejati adalah kepada sumber kebaikan, sumber segala kebahagiaan dan kenikmatan yang sampai kepadaku. Dia-lah Allah yang Maha Pecinta, Dia lah yang layak aku cintai dengan sepenuh hati.

sumber : KotaSantri.com

Nenek Pemungut Daun

Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid. Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan.


Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.

Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya. Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang.
Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya."

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa.
Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat: pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup.

Sekarang ia sudah meninggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.

"Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhirat tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu salawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan salawat kepadanya."

Minggu, 29 Agustus 2010

Saat Si Kecil Tumbuh Dalam Rahim

Penulis : Ummu ‘Abdirrahman Anisah bintu ‘Imran.

Orang tua mengharap anaknya menjadi anak yang shalih adalah biasa. Sayangnya, tidak banyak orang tua yang mau menempuh jalan agar harapannya itu bisa terwujud. Padahal Islam telah banyak memberikan bimbingannya baik di dalam Al Qur’an maupun Sunnah, termasuk saat masih di dalam rahim.

Anak adalah sosok mungil idaman yang sangat dinanti kehadirannya oleh sepasang ayah bunda. Semenjak melangkah ke jenjang pernikahan, mereka berdua telah menumbuhkan harapan akan lahirnya si buah hati. Mereka terus memupuk harapan itu dengan menjaga calon bayi yang memulai kehidupannya di rahim ibunya, hingga saatnya hadir di dunia.
Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya lahir dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Segala upaya dikerahkan untuk mewujudkan keinginan mereka. Tentu tak patut dilupakan sisi-sisi penjagaan dan pendidikan yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Bahkan dengan inilah orang tua akan mendapatkan kemuliaan bagi anaknya dan bagi diri mereka.

Dapat disimak pengajaran ini dalam indahnya sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Di sana didapati bimbingan yang sempurna untuk kita terapkan dalam mendidik anak. Bahkan sebelum hadirnya sosok mungil itu pun Islam telah memberikan tuntunan penjagaan. Terus demikian tuntunan itu secara runtut didapati hingga saat melepas anak menuju kedewasaan.

Saat Kedua Orang Tua Bertemu
Inilah tuntunan Islam sebelum bertemunya dua mani yang menjadi bakal janin dengan izin Allah. Usai pernikahan, ketika sepasang pengantin bertemu untuk pertama kalinya, disunnahkan mempelai pria memegang ubun-ubun istrinya dan mendoakannya. Didapati hal ini di dalam ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
“Apabila salah seorang dari kalian menikahi seorang wanita atau membeli seorang budak, maka hendaknya ia memegang ubun-ubunnya, menyebut nama Allah dan mendoakannya dengan barakah, serta mengucapkan, ‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan seluruh sifat yang Engkau jadikan padanya dan aku memohon perlindungan-Mu dari kejelekannya dan kejelekan sifat yang Engkau jadikan padanya.’ Apabila ia membeli unta, maka hendaknya ia pegang ujung punuknya dan berdoa seperti itu juga.” (Diriwayatkan oleh Imam al- Bukhari dalam Af’alil ‘Ibad dan Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan Abu Ya’la dalam Musnadnya dengan sanad hasan, dan disahihkan oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat “Adabuz Zifaaf fis Sunnatil Muthahharah”, hal. 20, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah)
Dalam suasana pengantin baru, sang mempelai tak lepas dari tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Demikian pula ketika kehidupan rumah tangga terus berlangsung. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam juga memberikan pengajaran kepada setiap suami istri untuk mulai menjaga calon anak mereka ketika mereka hendak bercampur (jima’). Beliau bersabda :
“Apabila salah seorang dari kalian ketika mendatangi istrinya mengatakan : ‘Dengan nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syaithan dari kami dan jauhkanlah syaithan dari apa yang engkau rizkikan kepada kami’, jika Allah tetapkan terjadinya anak, syaithan tidak akan dapat memudharatkannya.” (Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari)

Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa maksud perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam “Syaithan tidak akan memudharatkannya” yaitu syaithan tidak akan memalingkan anak itu dari agamanya menuju kekafiran, dan bukan maksudnya terjaga dari seluruh dosa (‘ishmah).

Menjaga Janin dari Hal-hal yang Menggugurkannya

Ketika benih telah mulai tumbuh, banyak upaya yang dilakukan oleh sepasang calon ayah bunda untuk menjaga janin yang ada di perut ibunya. Sang calon ibu akan mulai memilih makanannya, mengkonsumsi segala macam vitamin yang dapat menunjang kehamilannya, menjaga waktu istirahatnya, melakukan olah raga khusus dan mengatur aktivitasnya. Tak lupa mereka memantau keadaan calon bayi dengan terus memeriksa kesehatannya.

Akan tetapi, adakalanya janin gugur bukan karena semata sebab medis. Terkadang ada sebab lain yang mengakibatkan gugurnya kandungan seorang ibu. Inii kadang-kadang tidak disadari oleh kebanyakan orang.

Semestinya kita mengetahui peringatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dari hal-hal semacam ini yang diterangkan oleh syari’at, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memerintahkan untuk membunuh ular yang disebut dengan dzu thufyatain yang dapat menyebabkan gugurnya janin. Beliau bersabda:
“Bunuhlah dzu thufyatain, karena dia dapat membutakan mata dan menggugurkan janin.”(Diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari)
Apakah dzu thufyatain? Dijelaskan oleh Ibnu ‘Abdil Barr bahwa dzu thufyatain adalah jenis ular yang mempunyai dua garis putih di punggungnya.

Perintah Rasulullah ‘Shallallahu ‘alaihi Wasallam ini menunjukkan wajibnya menjaga dan menjauhkan hal-hal yang dapat mebahayakan janin, dan ini merupakan salah satu pintu penjagaan dan perhatian syari’at ini terhadap janin dan keadaannya.

Keringanan bagi Wanita Hamil untuk Berbuka

Tak jarang kondisi seorang ibu yang mengandung calon bayi di dalam rahimnya lemah. Suplai makanan yang dikonsumsinya harus terbagi untuknya dan untuk janin yang ada di dalam kandungannya. Sementara ketika bulan Ramadhan tiba, kaum muslimin diwajibkan untuk melaksanakan puasa, menahan lapar dan dahaga dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya bulatan matahari. Dengan ilmu dan hikmah-Nya, Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan keringanan kepada hamba-hamba wanitanya yang sedang hamil dan menyusui untuk tidak menjalankan kewajiban berpuasa.

Ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam:
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi menggugurkan separuh shalat atas orang yang bepergian dan menggugurkan kewajiban berpuasa dari wanita yang hamil dan menyusui.” (Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah dan sanadnya hasan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam at-Tirmidzi. Dihasankan oleh Syaikh Albani dalam “Shahih Sunan An Nasa’i” dan dalam “Shahih Sunan Ibnu Majah” no. 1353, beliau berkata: hadits hasan shahih)

‘Abdullah ibnu ‘Abbas radliyallahu‘anhuma memberikan penjelasan bahwa jika seorang wanita yang hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita yang menyusui mengkhawatirkan anaknya selama Ramadhan, maka keduanya berbuka (tidak berpuasa) dan setiap hari memberi makan satu orang miskin serta tidak mengqadha’ puasanya.

Inilah bentuk-bentuk penjagaan Islam terhadap anak sebelum ia lahir ke dunia. Terlihat dengan gamblang perlindungan agama Allah ini terhadap jiwa seorang manusia. Terbaca dengan jelas kasih sayang Allah Subhanahu wata’ala bagi seluruh hamba-Nya. Oleh karena itu, selayaknya ayah dan bunda memperhatikan penjagaan buah hati mereka.
“Barangsiapa yang menjaga kehidupan satu jiwa, maka seakan-akan ia menjaga kehidupan seluruh manusia.” (al-Maidah: 32)

Wallahu ta’ala a’lamu bish shawab.

Puasa bagi anak kecil yang belum baligh

Sengaja kami letakkan bab ini, karena kami sering mendengar sebagian orang tua melarang anak-anaknya yang belum baligh untuk ikut bershaum di bulan Ramadhan. Dengan alasan karena mereka belum baligh dan dalam rangka menjaga kesehatan mereka. Untuk itu kami akan menampilkan beberapa contoh dan teladan dari para shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sekaligus kami sertakan beberapa pernyataan para ‘ulama tentang hal itu.

Perlu diketahui bahwa Al-Imam Al-Bukhari telah meletakkan bab khusus dalam Kitabush Shaum dari Shahihil Bukhari dengan judul :

باب : صَوْمِ الصِّبْيَانِ

Bab : Tentang Shaum bagi anak-anak kecil
Kemudian beliau menyebutkan hadits dari shahabat Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz tentang awal disyari’atkannya Shaum ‘Asyura, dengan lafazh :

أَرْسَلَ النَّبِيُّ r غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَليَصُمْ قَالَتْ فَكُنَّا نَصُومُهُ بَعْدُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا وَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنْ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهُ ذَاكَ حَتَّى يَكُونَ عِنْدَ الإِفْطَارِ

Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengutus (utusannya) ke kampung-kampung kaum Anshar pada pagi hari ‘Asyura (yaitu hari ke-10 bulan Muharram) (dengan pesan) : “Barangsiapa yang memasuki pagi hari ini dalam keadaan dia tidak bershaum, maka hendaknya dia menyempurnakan waktu yang tersisa dari hari tersebut (dengan bershaum), dan barangsiapa yang memasuki pagi hari ini dalam keadaan bershaum, maka hendaknya dia melanjutkan shaumnya.”

Kemudian dia (Ar-Rubayyi’) berkata : “Sehingga sejak hari itu kami melakukan shaum pada hari tersebut (’Asyura) dan memerintahkan anak-anak kami untuk bershaum. Untuk itu kami membuat mainan (anak-anak) yang terbuat dari wol. Jika salah satu diantara anak-anak kecil tersebut menangis karena ingin makan, kami berikan kepada dia mainan tersebut hingga datangnya waktu ifthar (berbuka).”

Dalam riwayat Muslim (1136) dengan lafazh :

فَإِذَا سَأَلُونَا الطَّعَامَ أَعْطَيْنَاهُمُ اللُّعْبَةَ تُلْهِيهِمْ حَتَّى يُتِمُّوا صَوْمَهُمْ
Jika mereka (anak-anak kami) meminta makanan maka kami berikan kepada mereka mainan tersebut dalam rangka melalaikan mereka (dari makanan yang mereka minta) hingga mereka menyempurnakan shaumnya (pada hari itu).

Ketika menjelaskan hadits di atas, Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
“Jumhur (’ulama) berpendapat bahwasanya shaum tidak wajib atas anak-anak yang belum baligh. Namun segolongan ‘ulama dari kalangan salaf berpendapat bahwa hukumnya mustahab, di antara mereka Al-Imam Ibnu Sirin dan Az-Zuhri. pendapat ini adalah pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Asy-Syafi’i, bahwa anak-anak kecil yang belum baligh diperintahkan untuk bershaum dalam rangka berlatih jika memang mereka mampu. Para ‘ulama dari madzhab Asy-Syafi’i memberi batasan umur dengan tujuh atau sepuluh tahun. Al-Imam Ishaq (bin Rahawaih) memberi batasan umur dengan dua belas tahun. Sementara Al-Imam Ahmad –dalam salah satu riwayat– memberi batasan dengan sepuluh tahun. … dahulu (Khalifah) ‘Umar bin Al-Khaththab mengatakan kepada orang-orang dewasa yang tidak bershaum di bulan Ramadhan, dalam rangka mencela mereka : “Bagaimana anda tidak bershaum sementara anak-anak kecil kami bershaum?!” … Ibnul Majisyun dari madzhab Maliki berpendapat dengan pendapat yang aneh, bahwa jika anak-anak kecil tersebut mampu melakukan shaum maka harus diwajibkan kepada mereka. jika mereka tidak bershaum (di siang hari Ramadhan) tanpa alasan, maka wajib atas mereka untuk mengqadha’ (di hari lain).” [1]

وفي الحديث حجة على مشروعية تمرين الصبيان على الصيام كما تقدم لأن من كان في مثل السن الذي ذكر في هذا الحديث فهو غير مكلف , وإنما صنع لهم ذلك للتمرين , وأغرب القرطبي فقال : لعل النبي صلى الله عليه وسلم لم يعلم بذلك , ويبعد أن يكون أمر بذلك لأنه تعذيب صغير بعبادة غير متكررة في السنة , وما قدمناه من حديث رزينة يرد عليه , مع أن الصحيح عند أهل الحديث وأهل الأصول أن الصحابي إذا قال فعلنا كذا في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم كان حكمه الرفع لأن الظاهر اطلاعه صلى الله عليه وسلم على ذلك , وتقريرهم عليه مع توفر دواعيهم على سؤالهم إياه عن الأحكام , مع أن هذا مما لا مجال للاجتهاد فيه فما فعلوه إلا بتوقيف , والله أعلم .

Kemudian beliau (Al-Hafizh Ibnu Hajar) menegaskan :
“Dalam hadits di atas terdapat hujjah tentang disyari’atkannya pelatihan shaum bagi anak-anak kecil, sebagaimana telah lalu penjelasannya. Karena seseorang yang berada pada umur tersebut tidaklah dia tergolong seorang yang terbebani hukum syari’at (mukallaf). Namun hal itu hanyalah dilakukan dalam rangka pelatihan. Sungguh telah aneh Al-Imam Al-Qurthubi ketika berkata : ‘Mungkin saja Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui hal itu [2]), dan lebih tidak mungkin lagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan hal itu, karena perbuatan itu termasuk penyiksaan terhadap anak kecil dengan sebuah ibadah yang tidak ditetapkan dalam sunnah.’

Menanggapi perkataan Al-Qurthubi di atas, Al-Hafizh Ibnu Hajar kembali berkata :
“Apa yang telah kami sebutkan dari hadits Razinah membantah ucapan dia (Al-Qurthubi) [3]), padahal pendapat yang shahih (kuat) dalam pandangan para pakar hadits dan pakar ushul fiqh bahwa jika seorang shahabat berkata : “Kami melakukan begini pada masa Rasulullah” maka hukum pernyataan itu adalah marfu’ (boleh disandarkan kepada Rasulullah) karena secara zhahir Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengetahui kejadian tersebut, dan adanya sikap pembenaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam terhadap mereka atas perbuatan itu, dalam kondisi sangat memungkinkan bagi mereka untuk bertanya kepada beliau tentang berbagai hukum syar’i, padahal permasalahan tersebut adalah jenis permasalahan yang tidak ada ruang untuk berijtihad. Maka tentu tidaklah mereka melakukan perbuatan itu (memerintahkan anak-anak kecil mereka untuk bershaum) kecuali berdasarkan dalil. Wallahu a’lam.” –sekian dari Al-Hafizh–

Footnote :
[1] Fathul Bari syarh hadits no. 1960.
[2] Yaitu ketika para shahabat memerintahkan anak-anak kecil mereka saat turunya perintah shaum ‘Asyura.
[3] Hadits Razinah yang beliau maksud adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah :
أن النبي r كان يأمر مرضعاته في عاشوراء ورضعاء فاطمة فيتفل في أفواههم, ويأمر أمهاتهم أن لا يرضعن إلى الليل
Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan pada hari ‘Asyura kepada istri-istrinya yang menyusui dan bayi-bayi susuan Fathimah kemudian meniupkan ludahnya pada mulut anak-anak kecil itu, dan memerintahkan ibu-ibu mereka untuk tidak menyusui hingga tiba waktu malam.

Namun hadits di atas telah dinyatakan sebagai hadits yang dha’if oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ta’liq Shahih Ibni Khuzaimah, hadits no. 2089. Al-Imam Ibnu Khuzaimah pun bersikap abstain (tidak menentukan penilaiannya) terhadap hadits di atas, sebagaimana ditegaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari Syarh Hadits no. 1960.

(Dikutip dari tulisan redaksi Ma'had As Salafy, judul asli HUKUM SHAUM RAMADHAN BAGI ANAK-ANAK KECIL YANG BELUM BALIGH. Url Sumber http://www.assalafy.org/mahad/?p=234#more-234)

Fidyah & yang terkait dengannya

Diantara syari’at yang diberlakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada shaum Ramadhan adalah pembayaran fidyah yang Allah wajibkan terhadap pihak-pihak tertentu yang mendapatkan keringanan untuk tidak bershaum pada bulan Ramadhan, sebagaimana firman-Nya subhanahu wata’ala :

)وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ (البقرة: ١٨٤

‘Dan wajib atas orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak bershaum) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [Al-Baqarah : 184]

a. Pihak - Pihak Yang Terkenai Hukum Fidyah

1. Orang yang sudah lanjut usia.

Orang yang lanjut usia, pria maupun wanita, yang masih sehat akalnya dan tidak pikun namun tidak mampu melakukan shaum. Maka diizinkan baginya untuk tidak bershaum pada bulan Ramadhan namun diwajibkan atasnya membayar fidyah. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, :

ابْنَ عَبَّاسٍ يَقْرَأُ ( وَعَلَى الَّذِينَ يُطَوَّقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ). قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لَيْسَتْ بِمَنْسُوخَةٍ، هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا.

Shahabat Ibnu ‘Abbas membaca ayat ‘Dan wajib atas orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak bershaum) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” [Al-Baqarah : 184]; maka beliau berkata : “Ayat tersebut tidaklah dihapus hukumnya, namun berlaku untuk pria lanjut usia atau wanita lanjut usia yang tidak mampu lagi untuk bershaum (pada bulan Ramadhan). Keduanya wajib membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ia tinggalkan (ia tidak bershaum). [HR. Al-Bukhari 4505]

2. Sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya

Seorang yang tidak mampu bershaum disebabkan sakit dengan jenis penyakit yang sulit diharapkan kesembuhannya. Hal ini sebagaimana ditegaskan pula oleh Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau juga berkata tentang ayat di atas :

لاَ يُرَخَّصُ فِي هَذَا إِلاَّ لِلَّذِي لاَ يُطِيْقُ الصِّيَامَ أَوْ مَرِيضٌ لاَ يُشْفَى

“Tidaklah diberi keringanan pada ayat ini (untuk membayar fidyah) kecuali untuk orang yang tidak mampu bershaum atau orang sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya. [An-Nasa`i] [1])

3. Wanita hamil dan menyusui.

Para ‘ulama sepakat bahwa wanita yang sedang hamil atau menyusui diperbolehkan baginya untuk tidak bershaum di bulan Ramadhan jika dia tidak mampu untuk bershaum, baik ketidakmampuan tersebut kembali kepada dirinya sendiri atau kekhawatiran terhadap janin atau anaknya. Namun apabila dia mampu untuk bershaum maka tetap baginya kewajiban bershaum sebagaimana dijelaskan oleh Asy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam fatawa beliau jilid 1 hal. 497-498.

Sedangkan permasalahan hukum yang berlaku bagi wanita hamil atau menyusui jika dia tidak bershaum di bulan Ramadhan maka terjadi perbedaan pandang dikalangan para Ulama dalam beberapa pendapat :

Pendapat pertama adalah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada kewajiban atas wanita hamil atau menyusui kecuali mengqadha` secara mutlak (tidak ada kewajiban atasnya membayar fidyah), baik disebabkan ketidakmampuan atau kekhawatiran terhadap diri sendiri jika bershaum pada bulan Ramadhan, maupun disebabkan kehawatiran terhadap janin atau anak susuannya.

Dalil Pendapat Pertama ini adalah :

1. Firman Allah subhanahu wata’ala :

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا . البقرة: ١٨٤

“…Barang siapa dalam kondisi sakit …”

Bentuk pendalilan dari ayat ini adalah bahwa wanita hamil atau menyusui yang tidak mampu untuk bershaum sama dengan orang yang tidak mampu bershaum karena sakit. Telah kita ketahui bahwa hukum yang berlaku bagi seorang yang tidak bershaum karena sakit adalah wajib mengqadha`. Maka atas dasar itu berlaku pula hukum ini bagi wanita hamil atau menyusui.

2. Dalil mereka yang kedua adalah hadits yang diriwayatkan dari shahabat Anas bin Malik Al-Ka’bi radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata :

… إِنَّ اللهَ وَضَعَ شَطْرَ الصَّلاَةِ -أَوْ نِصْفَ الصّلاَةِ- وَ الصَّومَ عَنِ الْمُسَافِرِ وَعَنِ الْمُرْضِعِ وَ الْحُبْلَى (رواه الخمسة)

“Sesungguhnya Allah memberikan keringanan setengah dari kewajiban sholat (yakni dengan mengqoshor) dan kewajiban bershaum kepada seorang musafir serta wanita hamil dan menyusui.” [HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, An Nasa’i dan Al-Imam Ahmad].([2])

Sisi pendalilan dari hadits ini, bahwa Allah subhanahu wata’ala mengaitkan hukum bagi musafir sama dengan wanita hamil atau menyusui. Hukum bagi seorang musafir yang berifthar (tidak bershaum) di wajibkan baginya qadha`, maka wanita hamil atau menyusui yang berifthar (tidak bershaum) terkenai pada keduanya kewajiban qadha` saja tanpa fidyah sebagaimana musafir.

Pendapat ini adalah pendapat yang ditarjih oleh Asy-Syaikh Bin Baz [3]), Asy-Syaikh Al-’Utsaimin [4]), dan Al-Lajnah Ad-Da`imah [5])

Pendapat kedua : bahwa wanita hamil atau menyusui yang berifthar ( tidak bershaum ) karena kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya, wajib atasnya untuk membayar fidyah, tanpa harus mengqadha`.

Di antara dalil mereka yaitu :

1. Atsar Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa beliau berkata :

الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا عَلَى أَوْلاَدِهِمَا أَفْطَرَتَا وَأَطْعَمَتَا [رواه أبو داود]

“Wanita hamil atau menyusui dalam keadaan keduanya takut terhadap anaknya boleh bagi keduanya berifthar ( tidak bershaum ) dan wajib bagi keduanya membayar fidyah. [HR Abu Dawud] [6])

2. Juga atsar Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa beliau berkata :

إِذَا خَافَتِ الحَامِلُ عَلَى نَفْسِهَا وَالمُرْضِعُ عَلَى وَلَدِهَا فِي رَمَضَانَ، قَالَ : يُفْطِرَانِ وَيُطْعِمَانِ عَلَى كُلِّ يَوْمٍ مَسْكِيْنًا وَلاَ يَقْضِيَانِ صَوْمًا

(Ibnu Abbas ditanya), jika wanita hamil khawatir terhadap dirinya dan wanita menyusui khawatir terhadap anaknya berifthor di bula Ramadhan ) beliai berkata : kedianya boleh berifthor dan wajib keduanya membaya fidyah pada setiap harinya seorang miskin dan tidak ada qodho’ bagi keduanya. [Ath-Thabari] [7])

Juga masih dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata kepada seorang wanita hamil atau menyusui :

أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِيْ لاَ يُطِيْقُ، عَلَيْكِ أَنْ تُطْعِمِي مَكَانَ كُلَّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْكِ

“Engkau posisinya seperti orang yang tidak mampu (bershaum). Wajib atasmu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari (yang engkau tidak bershaum), dan tidak ada kewajiban qadha` atasmu.” [Ath-Thabari] [8])

Semakna dengan atsar di atas, juga diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma oleh Al-Imam Ad-Daraquthni (no. 250).

3. Atsar Ibnu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata :

الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ تُفْطِرُ وَلاَ تَقْضِي

“Wanita hamil dan menyusui berifthar (boleh tidak bershaum pada bulan Ramadhan) dan tidak ada (kewajiban) untuk mengqadha` atasnya.”

Pendapat ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah. [9])

Pendapat ketiga adalah : Wajib atas wanita hamil dan menyusui yang tidak bershaum pada bulan Ramadhan untuk mengqadha` sekaligus membayar fidyah apabila yang menyebabkan dia tidak bershaum adalah kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya.

Namun apabila yang menyebabkan dia tidak bershaum adalah karena memang dia sendiri (wanita hamil atau menyusui) tidak mampu bershaum tanpa disebabkan kekhawatiran terhadap janin atau anak susuannya, maka wajib atasnya mengqadha` tanpa membayar fidyah.

Di antara ‘ulama masa kini yang mentarjih pendapat ini adalah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah dalam Al-Muntaqa jilid 3 hal. 147. [10])

Dari tiga pendapat di atas, kami lebih meyakini pendapat kedua sebagai pendapat yang lebih mendekati kepada kebenaran. Karena pendapat ini adalah pendapat yang ditegaskan oleh dua shahabat terkemuka, yaitu ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma sebagai turjuman dan mufassir Al-Qur`an, dan ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma , wallahu ta’ala a’lam.

[1] HR. An-Nasa`i no. 2317. Diriwayatkan pula oleh Ad-Daraquthni (2404) dengan lafazh :

وَلاَ يُرَخَّصُ إِلاَّ لِلْكَبِيرِ الَّذِى لاَ يُطِيقُ الصَّوْمَ أَوْ مَرِيضٍ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُشْفَى.

“Tidaklah dizinkan (untuk membayar fidyah dalam ayat tersebut) kecuali untuk orang yang sudah lanjut usia dan tidak mampu bershaum atau seorang yang sakit dalam keadaan dia tahu bahwa penyakitnya sulit disembuhkan.”

Atsar tersebut dishahihkan oleh Asy-Syaikh dalam Al-Irwa` IV/17

[2] Hadits ini dishohihkan oleh Asy Syaikh Al Albaani dalam Shohih Sunan Abu Daud no. 2409 dan Asy Syaikh Muqbil dalam kitab beliau Al Jaami’ush Shohih jilid 2 hal. 390 menyatakan sebagai hadits hasan.

[3] Dalam kitabnya Tuhfatul Ikhwan Bi Ajwibah Muhimmah Tata’alaqu Bi Arkanil Islam hal. 171

[4] Majmu‘ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin

[5] Fatawa Al-Lajnah no. 1453.

[6] HR. Abu Dawud no. 2318. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Irwa` no. 912.

[7] Tafsir Ath-Thabari no. 2758. atsar ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Irwa` IV/19.

[8] Tafsir Ath-Thabari no. 2758. atsar ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Irwa` IV/19.

[9] Lihat pembahasan lebih luas dalam kitab beliau Irwa`ul Ghalil jilid IV hal. 17 - 25.

[10] Lihat Fatwa Ramadhan hal. 324 - 326.

(Dikutip dari http://www.assalafy.org/mahad/?p=256 judul asli FIDYAH DAN BERBAGAI HUKUM YANG TERKAIT DENGANNYA)

I'tikaf seperti Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam

1. Hikmahnya

Al 'Allamah Ibnul Qayyim berkata: “Manakala hadir dalam keadaan sehat dan istiqomah (konsisten) di atas rute perjalanan menuju Allah 'Azza wa Jalla tergantung pada kumpulnya (unsur pendukung) hati tersebut kepada Allah, dan menyalurkannya dengan menghadapkan hati tersebut kepada Allah 'Azza wa Jalla secara menyeluruh, karena kusutnya hati tidak akan sembuh kecuali dengan menghadapkan(nya) kepada Allah 'Azza wa Jalla. Sedangkan makan dan minum dengan berlebih-lebihan dan berlebih-lebihan dalam bergaul, terlalu banyak bicara dan tidur, termasuk dari unsur-unsur yang menjadikan hati bertambah berantakan (kusut) dan mencerai beraikan hati di setiap tempat, dan (hal-hal tersebut) akan memutuskan perjalanan hati menuju Allah atau akan melemahkannya, menghalangi dan menghentikannya.

Rahmat Allah Yang Maha Perkasa lagi Penyayang menghendaki untuk mensyari’atkan bagi mereka puasa yang menyebabkan hilangnya kelebihan makan dan minum pada hambaNya, dan akan membersihkan kecenderungan syahwat pada hati yang (mana syahwat tersebut) dapat merintangi perjalanan hati menuju Allah 'Azza wa Jalla, dan disyari’atkannya (I’tikaf) berdasarkan maslahah (kebaikan yang akan diperoleh) hingga seorang hamba dapat mengambil manfaat dari amalan tersebut baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Dan disyari’atkannya I’tikaf bagi mereka yang mana maksudnya serta ruhnya adalah berdiamnya hati kepada Allah 'Azza wa Jalla dan kumpulnya hati kepada Allah, berkhalwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dengan makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Allah semata. Hingga jadilah meng-ingat-Nya, kecintaan dan penghadapan kepadaNya sebagai ganti kesedihan (duka) hati dan betikan-betikannya, sehingga ia mampu mencurahkan kepada-Nya, dan jadilah keinginan semua kepada-Nya dan semua betikan-betikan hati dengan mengingat-Nya, bertafakur dalam mendapatkan keridhaan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Sehingga bermesraan dengan berkhalwat dengan Allah sebagai ganti kelembutannya terhadap makhluk, yang menyebabkan dia berbuat demikian adalah karena kelembutannya tersebut kepada Allah pada hari kesedihan di dalam kubur mankala sudah tidak ada lagi yang berbuat lembut kepadanya, dan (manakala) tidak ada lagi yang membahagiakan (dirinya) selain daripada-Nya, maka inilah maksud dari I’tikaf yang agung itu”.163) [ Zaadul Ma’ad (2/86-87)]

2. Makna I’tikaf
Yaitu berdiam(tinggal) di atas sesuatu, dapat dikatakan bagi orang-orang yang tinggal di masjid dan menegakkan ibadah di dalamnya sebagai Mu’takif dan ‘Akif.164) [Al Mishbahul Munir (3/424) oleh Al Fayumi, dan Lisanul Arab (9/252) oleh Ibnu Mandhur.]

3. Disyari’atkannya I’tikaf
Disunnahkannya pada bulan Ramadhan dan bulan yang lainnya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam beri’tikaf pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Syawwal.165)[ Riwayat Bukhari (4/226) dan Muslim (1173)]

Dan Umar pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam “Wahai Rasulullah (Shalallahu 'alaihi wassalam), sesungguhnya aku ini pernah nadzar pada jaman jahiliyyah (dahulu), (yaitu) aku akan beri’tikaf pada malam hari di Masjidil Haram.” Beliau bersabda: “Tunaikanlah nadzarmu.” Maka ia (Umar) pun beri’tikaf pada malam harinya. 166)[ Riwayat Bukhari (4/237) dan Muslim (1656)]

Yang paling utama (yaitu) pada bulan Ramadhan berdasarkan hadits Abu Hurairah Radiyallahu 'anhu (bahwasanya) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sering beri’tikaf pada setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tibanya tahun yang mana beliau diwafatkan padanya, beliau (pun) beri’tikaf selama dua puluh hari. 167)[ Riwayat Bukhari (4/245]

Dan yang lebih utama yaitu pada akhir bulan Ramadhan karena Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam seringkali beri’tikaf pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah Yang Maha Perkasa dan Mulia mewafatkan beliau. 168) [Riwayat Bukhari (4/266) dan Muslim (1173) dari Aisyah]

4. Syarat-syarat I’tikaf
a. Tidak disyari’atkan kecuali di masjid, berdasarkan firman-Nya Ta’ala: “Dan janganlah kamu mencampuri mereka itu169) [ Yakni “Janganlah kamu menjimaki mereka”. Pendapat tersebut merupakan pendapat jumhur (ulama). Lihat Zadul Masir (1/193) oleh Ibnul Jauzi]. (QS. Al Baqarah: 187)

b. Dan masjid-masjid di sini bukanlah secara mutlak (seluruh masjid, pent), tapi telah dibatasi oleh hadits shahih yang mulia (yaitu) sabda beliau Shalallahu 'alaihi wassalam : “Tidak ada I’tikaf kecuali pada tiga masjid (saja).”170) [Hadits tersebut shahih, dishahihkan oleh para imam serta para ulama, dapat dilihat takhrijnya serta pembicaraan mengenai hal ini pada kitab yang berjudul Al Inshaf fi Ahkamil I’tikaf oleh Ali Hasan Abdul Hamid]

c. Dan sunnahnya bagi orang-orang yang beri’tikaf (yaitu) hendaknya berpuasa sebagaimana dalam (riwayat) Aisyah Radiyallahu 'anha yang telah disebutkan.171) [ Dikeluarkan oleh Abdul Razak dalam Al Mushannaf (8037) dan riwayat (8033) dengan maknanya dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas].

5. Perkara-perkara yang boleh dilakukan:
a. Diperbolehkan keluar masjid jika ada hajat, boleh mengeluarkan kepalanya dari masjid untuk dicuci dan disisir (rambutnya), Aisyah Radiyallahu 'anha berkata: “Dan sesungguhnya rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam pernah memasukkan kepalanya kepadaku, padahal beliau sedang I’tikaf di masjid [“dan aku berada dalam kamarku”] kemudian aku sisir rambutnya (dalam riwayat lain: “aku cuci rambutnya”) [“dan antara aku dan beliau (ada) utbah pintu”] {“dan waktu itu aku sedang haidh”] dan adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam tidak masuk ke rumah kecuali untuk (menunaikan) hajat (manusia) ketika sedang I’tikaf.”172) [hadits riwayat Bukhari (1/342) dan Muslim (297) dan lihat Mukhtasar Shahih Bukhari no.167 oleh Syaikh kami Al Albani rahimahullah dan Jami’ul Ushul (1/3451) oleh Ibnu Atsir].

b. Orang yang sedang I’tikaf dan yang lainnya diperbolehkan untuk berwudhu di masjid berdasarkan ucapan salah seorang pembantu Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam: “Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam berwudlu di dalam masjid dengan wudlu yang ringan.”173) [Dikeluarkan oleh Ahmad (5/364) dengan sanad yang shahih].

c. Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang I’tikaf untuk mendirikan tenda (kemah) kecil pada bagian di belakang masjid sebagai tempat dia beri’tikaf, karena Aisyah Radiyallahu 'anha (pernah) membuat kemah (yang terbuat dari bulu atau wool yang tersusun dengan dua atau tiga tiang) apabila beliau beri’tikaf174) [Sebagaimana dalam shahih Bukhari (4/226)] dan hal ini atas perintah Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam 175) [Sebagaimana dalam Shahih Muslim (1173)].

d. Dan diperbolehkan bagi orang yang sedang beri’tikaf untuk meletakkan kasur atau ranjangnya di dalam tenda tersebut, sebagaiman yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radiyallahu 'anhuma bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam jika I’tikaf dihamparkan untuknya kasur atau diletakkan untuknya ranjang di belakang tiang At Taubah.176) [Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (642-zawaidnya) an Al baihaqi, sebagaiman yang dikatakan oleh Al Bushiri dari dua jalan . Dan sanadnya hasan].

6.I’tikafnya wanita dan kunjungannya ke masjid
a. Diperbolehkan bagi seorang isteri untuk mengunjungi suaminya yang berada di tempat I’tikaf, dan suaminya diperbolehkan mengantar isteri sampai ke pintu masjid.

Shafiyyah Radiyallahu 'anha berkata: “Dahulu Nabi (Shalallahu 'alaihi wassalam) (tatkala beliau sedang) I’tikaf [pada sepuluh (hari) terakhir di bulan Ramadhan] aku datang mengunjunginya pada malam hari [ketika itu di sisinya ada beberapa isteri beliau sedang bergembira ria] maka akupun berbincang sejenak, kemudian aku bangun untuk kembali, [maka beliaupun berkata: jangan engkau tergesa-gesa sampai aku bisa mengantarmu] kemudian beliau berdiri bersamaku untuk mengantarkan aku pulang, -tempat tinggal Shafiyyah yaitu rumah Usamah bin Zaid- [sesampainya di samping pintu masjid yang terletak di samping pintu Ummu Salamah] lewatlah dua orang laki-laki-laki-laki dari kalangan Anshar dan ketika keduanya melihat Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam, maka keduanyapun bergegas, kemudian Nabi-pun bersabda: “Tenanglah177)[Janganlah kalian terburu-buru, ini bukanlah sesuatu yang kami benci], ini adalah Shafiyyah bintu Huyay (istri Rasulullah sendiri, red)” , kemudian keduanya berkata: “Subhanallah (Maha Suci Allah), ya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam.”

Beliaupun bersabda: “Sesungguhnya syetan itu menjalar (menggoda) anak Adam pada aliran darahnya dan sesungguhnya aku khawatir akan bersarangnya kejelekan di hati kalian- atau beliau berkata: sesuatu-“178) [Dikeluarkan oleh Bukhari (4/240) dan Muslim (2157) dan tambahan yang terakhir ada pada Abu daud (7/142-143 di dalam Aunul Ma’bud)]

b. Seorang wanita boleh I’tikaf dengan didampingi suaminya ataupun sendirian.

Berdasarkan ucapan Aisyah Radiyallahu 'anha: “Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam I’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai Al mewafatkan beliau, kemudian isteri-isteri beliau I’tikaf setelah itu.”179)[ Telah lewat takhrijnya] berkata Syaikh kami (yakni Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullah-pent): “pada atsar tersebut ada suatu dalil yang menunjukkan atas bolehnya wanita I’tikaf dan tidak diragukan lagi bahwa hal itu dibatasi (dengan catatan) adanya izin dari wali-wali mereka dan aman dari fitnah, berdasarkan dalil-dali yang banyak mengenai larangan berkhalwat dan kaidah Fiqhiyah: “ Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat.”


(Dikutip dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H. Judul asli Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, Bab "I'tikaf". Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia)

Amalan di bulan Ramadhan (Adab, Hikmahnya)

Kewajiban, Hikmah, & Adab-adab Puasa Ramadhan

Kewajiban Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah suatu kewajiban yang jelas yang termaktub dalam Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya dan ijma' kaum muslimin. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur." (Al-Baqarah:183-185)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Islam dibangun di atas lima hal: bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan haji ke Baitullah." (Muttafaqun 'alaih dari Ibnu 'Umar)
Sementara itu kaum muslimin bersepakat akan wajibnya puasa Ramadhan. Maka barangsiapa yang mengingkari kewajiban puasa Ramadhan, berarti dia telah murtad dan kafir, harus disuruh bertaubat. Kalau mau bertaubat dan mau mengakui kewajiban syari'at tadi maka dia itu muslim kembali. Jika tidak, dia harus dibunuh karena kekafirannya.
Puasa Ramadhan diwajibkan mulai pada tahun kedua hijriyyah. Ini berarti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sempat melakukannya selama sembilan kali.
Puasa Ramadhan wajib bagi setiap muslim yang telah 'aqil baligh dan berakal sehat. Maka puasa tidak wajib bagi orang kafir dan tidak akan diterima pahalanya jika ada yang melakukannya sampai dia masuk Islam.

Puasa juga tidak wajib bagi anak kecil sampai dia 'aqil baligh. 'Aqil balighnya ini diketahui ketika dia telah masuk usia 15 tahun atau tumbuh rambut kemaluannya atau keluar air mani (sperma) ketika bermimpi.

Ini bagi anak laki-laki, sementara bagi anak wanita ditandai dengan haidh (menstruasi). Maka jika seorang anak telah mendapati tanda-tanda ini, maka dia telah 'aqil baligh.
Akan tetapi dalam rangka sebagai latihan dan pembiasaan, sebaiknya seorang anak (yang belum baligh –pent) disuruh untuk berpuasa, jika kuat dan tidak membahayakannya.

Puasa juga tidak wajib bagi orang yang kehilangan akal, baik itu karena gila atau penyakit syaraf atau sebab lainnya. Berkenaan dengan inilah jika ada orang yang telah menginjak dewasa namun masih tetap idiot dan tidak berakal sehat, maka tidak wajib baginya berpuasa dan tidak pula menggantinya dengan membayar fidyah.

Hikmah dan Manfaat Puasa
Shaum (puasa) yang disyari'atkan dan difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya mempunyai hikmah dan manfaat yang banyak sekali. Di antara hikmah puasa adalah bahwasanya puasa itu merupakan ibadah yang bisa digunakan seorang hamba untuk bertaqarrub kepada Allah dengan meninggalkan kesenangan-kesenangan dunianya seperti makan, minum dan menggauli istri dalam rangka untuk mendapatkan ridha Rabbnya dan keberuntungan di kampung kemuliaan (yaitu kampung akhirat –pent).

Dengan puasa ini jelas bahwa seorang hamba akan lebih mementingkan kehendak Rabbnya daripada kesenangan-kesenangan pribadinya. Lebih cinta kampung akhirat daripada kehidupan dunia.

Hikmah puasa yang lain adalah bahwa puasa adalah sarana untuk menghadapi derajat takwa apabila seseorang melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syari'at). Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." (Al-Baqarah:183)

Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyari'atkannya puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan, minum dan menggauli istri.

Apabila kita membaca ayat tersebut, maka tentulah kita mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa, yakni takwa dan menghambakan diri kepada Allah.
Adapun takwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman, dan kata takwa ini ketika dimutlakkan (penggunaannya) maka mengandung makna mengerjakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزَّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ عَزَّ وَجَلَّ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ))
"Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya." (HR. Al-Bukhariy no.1903)

Berdasarkan dalil ini, maka diperintahkan dengan kuat terhadap setiap orang yang berpuasa untuk mengerjakan segala kewajiban, demikian juga menjauhi hal-hal yang diharamkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh mencela, ghibah (menggunjing orang lain), berdusta, mengadu domba antar mereka, menjual barang dagangan yang haram, mendengarkan apa saja yang haram untuk didengarkan seperti lagu-lagu, musik ataupun nasyid, yang itu semuanya dapat melalaikan dari ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala bentuk keharaman lainnya.

Apabila seseorang mengerjakan semuanya itu dalam satu bulan penuh dengan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah maka itu akan memudahkannya kelak untuk istiqamah di bulan-bulan tersisa lainnya dalam tahun tersebut.
Akan tetapi betapa sedihnya, kebanyakan orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasanya dengan hari berbukanya, mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa mereka lakukan yakni meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mengerjakan keharaman-keharaman, mereka tidak merasakan keagungan dan kehormatan puasa.

Perbuatan ini memang tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya, bahkan seringkali perbuatan-perbuatan tersebut merusak pahala puasa sehingga hilanglah pahalanya.

Hikmah puasa yang lainnya adalah seorang kaya akan mengetahui nilai nikmat Allah dengan kekayaannya itu di mana Allah telah memudahkan baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, seperti makan, minum dan menikah serta apa saja yang dibolehkan oleh Allah secara syar'i. Allah telah memudahkan baginya untuk itu. Maka dengan begitu ia akan bersyukur kepada Rabbnya atas karunia nikmat ini dan mengingat saudaranya yang miskin, yang ternyata tidak dimudahkan untuk mendapatkannya. Dengan begitu ia akan berderma kepadanya dalam bentuk shadaqah dan perbuatan yang baik lainnya.

Diantara hikmah puasa juga adalah melatih seseorang untuk menguasai dan berdisiplin dalam mengatur jiwanya. Sehingga ia akan mampu memimpin jiwanya untuk meraih kebahagiaan dan kebaikannya di dunia dan di akhirat serta menjauhi sifat kebinatangan.
Puasa juga mengandung berbagai macam manfaat kesehatan yang direalisasikan dengan mengurangi makan dan mengistirahatkan alat pencernaan pada waktu-waktu tertentu serta mengurangi kolesterol yang jika terlalu banyak akan membahayakan tubuh. Juga manfaat lainnya dari puasa sangat banyak.

Adab-adab Berpuasa
1. Bahwasanya wajib bagi seorang muslim untuk berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah semata, bukan karena riya`, sum'ah, taqlid kepada manusia, mengikuti keluarganya atau penduduk negerinya bahkan wajib baginya bahwa yang membawanya berpuasa adalah keimanannya bahwasanya Allah telah mewajibkan puasa tersebut kepadanya dan mengharap pahala di sisi-Nya dalam melaksanakan puasa tersebut. Demikian juga shalat malam di bulan Ramadhan (shalat tarawih -pent), hendaklah bagi seorang muslim untuk mengerjakannya karena penuh keimanan dan mengharap pahala kepada-Nya, karena inilah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala kepada Allah maka diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang shalat di malam harinya (shalat tarawih) karena iman dan mengharap pahala kepada-Nya maka diampuni dosanya yang telah lalu dan barangsiapa yang shalat malam bertepatan dengan datangnya lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala kepada-Nya maka diampuni dosanya yang telah lalu."
2. Termasuk adab terpenting dalam berpuasa adalah membiasakan diri kita bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, sesuai dengan firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." (Al-Baqarah:183)
Sesuai pula dengan sabda Nabi:
"Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya." (HR. Al-Bukhariy no.1903)
3. Menjauhi apa yang diharamkan Allah berupa kebohongan, mencela, mencaci, menipu, khianat, melihat sesuatu yang haram seperti melihat lawan jenisnya yang bukan mahramnya, mendengarkan hal yang haram seperti musik, nyanyian, mendengarkan ghibah, ucapan dusta dan sejenisnya, serta perbuatan haram lainnya yang harus dijauhi oleh orang yang sedang berpuasa dan selainnya, akan tetapi terhadap orang yang puasa lebih dikuatkan perintahnya.
4. Memperbanyak shadaqah, amal kebaikan, berbuat baik kepada orang lain, terutama di bulan Ramadhan. Sungguh Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, beliau menjadi lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan tatkala Jibril menjumpainya untuk bertadarrus Al-Qur`an. (Lihat HR. Al-Bukhariy no.1902)
5. Makan sahur dan mengakhirkannya, sesuai sabda Nabi: "Makan sahurlah kalian karena di dalam sahur ada barakah." (HR. Al-Bukhariy no.1923 dan Muslim no.1095)
6. Berbuka puasa dengan ruthab (kurma yang sudah matang), jika tidak didapatkan boleh dengan tamr (kurma yang belum sampai ruthab), jika itupun tidak diperoleh maka dengan air, menyegerakan berbuka tatkala telah jelas benar tenggelamnya matahari, berdasarkan sabda Nabi: "Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selagi mereka menyegerakan berbuka puasa." (Muttafaqun 'alaih dari Sahl bin Sa'ad As-Sa'idiy)
{Diambil dari kitab Fataawash Shiyaam karya Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin, Fataawash Shiyaam karya Asy-Syaikh Ibnu Baz dan lain-lain serta kitab Fataawal 'Aqiidah wa Arkaanil Islaam karya Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin dengan beberapa perubahan}

Wallaahu A'lam.

(Dikutip dari Bulletin Al Wala wal Bara, judul asli Kewajiban, Hikmah, & Adab-adab Puasa Ramadhan, Edisi ke-47 Tahun ke-2 / 15 Oktober 2004 M / 01 Ramadhan 1425 H , url sumber http://fdawj.atspace.org/awwb/th2/47.htm)

Targhib (Penyemangat) Bagi yang Puasa Ramadhan

1. Pengampunan Dosa
Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, (bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya) : “ Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah ALLAH) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" [Hadits Riwayat Bukhari 4/99, Muslim 759, makna "Penuh iman dan Ihtisab' yakni membenarkan wajibnya puasa, mengharap pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan, tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu juga, -Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya) : “ Shalat yang lima waktu, Jum'at ke Jum'at. Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi di antara senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar" [Hadits Riwayat Muslim 233].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata : Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin?" Beliau bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...." [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin].

2. Dikabulkannya Do'a dan Pembebasan Api Neraka
Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo'a akan dikabulkan do'anya" [Hadits Riwayat Bazzar 3142, Ahmad 2/254 dari jalan A'mas, dari Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 1643 darinya secara ringkas dari jalan yang lain, haditsnya shahih. Do'a yang dikabulkan itu ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya, lihat Misbahuh Azzujajah no. 60 karya Al-Bushri]

3. Orang yang Puasa Termasuk Shidiqin dan Syuhada
Dari 'Amr bin Murrah Al-Juhani[1] Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Datang seorang pria kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata : "Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku ?" Beliau menjawab (yang artinya) : “ Termasuk dari shidiqin dan syuhada" [Hadits Riwayat Ibnu Hibban (no.11 zawaidnya) sanadnya Shahih]

Footnote :
[1]. Lihat Al-Ansab 3/394 karya As-Sam'ani, Al-Lubab 1/317 karya Ibnul Atsir

Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.

1001 Doa Saat Bulan Ramadhan

Yaa Allah! Jadikanlah puasaku sebagai puasa orang-orang yang benar-benar berpuasa. Dan ibadah malamku sebagai ibadah orang-orang yang benar-benar melakukan ibadah malam. Dan jagalah aku dan tidurnya orang-orang yang lalai. Hapuskanlah dosaku … Wahai Tuhan sekalian alam!!


Dan ampunilah aku, Wahai Pengampun para pembuat dosa.
Yaa Allah! Janganlah Engkau hinakan aku karena perbuatan maksiat terhadap-MU, dan janganlah Engkau pukul aku dengan cambuk balasan-MU. Jauhkanlah aku dari hal-hal yang dapat menyebabkan kemurkaan-MU, dengan anugerah dan bantuan-MU, Wahai puncak keinginan orang-orang yang berkeinginan!

Yaa Allah! Bantulah aku untuk melaksanakan puasanya, dan ibadah malamnya. Jauhkanlah aku dari kelalaian dan dosa-dosanya. Dan berikanlah aku dzikir berupa dzikir mengingat-MU secara berkesinambungan, dengan Taufiq- MU, Wahai Pemberi Petunjuk orang-onang yang sesat.

Yaa Allah! Berilah aku rizki berupa kasih sayang terhadap anak-anak yatim dan pemberian makan, serta penyebaran salam, dan pergaulan dengan orang-onang mulia, dengan kemuliaan-MU, Wahai tempat berlindung bagi orang-orang yang berharap

Ya Allah, telah tiba bulan Ramadhan. Wahai Tuhan pemilik bulan Ramadhan, Engkau telah menurunkan Al-Qur’an di dalamnya dan telah menjadikannya sebagai penjelas atas petunjuk dan pembeda antara yang hak dan yang batil. Wahai Tuhan kami, berkatilah kami di dalamnya dan bantulah kami dalam melaksanakan puasa dan menunaikan shalat di dalamnya. Terimalah amal-amal kami di bulan ini.” *)

“Ya Allah, segala puji bagiMu yang telah membimbing kami untuk memujiMu supaya kami mengerti bersyukur atas segala kebaikanMu dan supaya Engkau membalas kami dengan balasan yang Kau berikan pada mereka yang berbuat kebajikan.
Segala puji bagi Allah yang menganugerahi kami dengan agamaNya, mengistimewakan kami dengan millahNya dan menunjukkan kami jalan-jalan kebaikanNya, dengan pujian yang Dia terima dari kita dan membuatNya ridha kepada kita.

Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan (kebaikanNya) adalah bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan pembersihan, bulan menegakkan shalat malam, bulan yang di dalamnya Al Qur’an diturunkan sebagai penyuluh dan (rincian) penjelasan petunjuk dan pembeda bagi manusia. (QS Al Baqarah: 185).
“Allahumma bariklana fii rajab wa sya’ban wa balighna Ramadhan”

Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab, Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan (HR. Ahmad dan Thabrani

Yaa Allah! Sediakanlah untukku sebagian dari rahmat-MU yang luas, dan beriknalah aku petunjuk kepada ajaran- ajaran-MU yang terang, dan bimbinglah aku menuju kepada kerelaan-MU yang penuh dengan kecintaan-MU, Wahai harapan orang-orang yang rindu.
Yaa Allah! Dekatkanlah aku kepada kenidloan-MU dan jauhkanlah aku dan kemurkaan serta balasan-MU. Berilah aku kemampuan untuk membaca ayat-ayat-MU dengan rahmat-MU, Wahai Maha Pengasih dad semua Pengasih!!

Yaa Allah! Berikanlah aku rizki akal dan kewaspadaan. dan jauhkanlah aku dari kebodohan dan kesesatan. Sediakanlah bagian untukku dari segala kebaikan yang KAU turunkan, demi kemurahan-MU, Wahai dzat Yang Maha Dermawan dari semua dermawan!

Yaa Allah! Berikanlah kekuatan kepadaku, untuk menegakkan perintah-perintah-MU, dan berilah aku manisnya bendzikin mengingat-MU. Berilah aku kekuatan untuk menunaikan syukur kepada-MU, dengan kemuliaan- MU. Dan jagalah aku dengan penjagaan-MU dan perlindungan-MU, Wahai dzat Yang Maha Melihat.

Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang memohon ampunan, dan jadikanlah aku sebagai hamba-MU yang sholeh dan setia serta jadikanlah aku diantara Auliya’- MU yang dekat disisi-MU, dengan kelembutan-MU, Wahai dzat Yang Maha Pengasih di antara semua pengasih.

Yaa Allah! Jadikanlah aku diantara orang-orang yang bertawakkal kepada-Mu, dan jadikanlah aku diantara orang- orang yang menang disisi-MU, dan jadikanlah aku diantara orang-orang yang dekat kepada-MU dengan ikhsan-MU, Wahai Tujuan orang-orang yang memohon.
Do’a Mohon Keselamatan

Artinya: “Ya Tuhan, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zhalim, dan selamatkanlah kami dengan curahan rahmat-Mu dari tipu daya orang- orang yang kafir.” (Qs. Yunus: 85-86).
Penjelasan:
Doa ini dibaca oleh kelompok minoritas yang beriman kepada Nabi Musa a.s., setelah mereka menyaksikan kemukjizatannya dihadapan Fir’aun. Ketika itu, kaum Nabi Musa as yang terdiri dari pemuda-pemuda dalam keadaan takut, bahwa Fir’aun dan pemuka-pemukanya akan menyiksa mereka. Maka pada waktu itu pula Nabi Musa as memerintahkan kepada kaumnya agar tidak takut dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt., seraya berdoa dengan lafazh doa diatas. Bisa dilihat dalam Surah Yunus ayat 83-86. 
Do’a Mohon Perlindungan

Artinya: “Ya Tuhanku, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui hakikatnya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampunan serta tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Hud: 47).
Penjelasan:
Doa ini merupakan doanya Nabi Nuh a.s., yaitu ketika kaumnya termasuk anaknya (kan’an) ikut dihancurkan oleh Allah Swt. melalui banjir besar. Nabi Nuh a.s. perotes kepada Allah Swt., “kenapa anaknya (kan’an) ikut dihancurkan padahal dia adalah bagian dari keluargaku, dan Engkau sendiri berjanji akan menyelamatkan keluargaku dan menenggelamkan kaumku.” (QS. Hud ayat 45).
Kemudian Allah memberikan jawaban: “bahwa dia (Kan’an) bukan termasuk keluargamu yang dijanjikan akan diselamatkan, karena dia tidak shalih dan beriman kepada Allah. Padahal yang akan diselamatkan dari banjir besar adalah mereka-mereka yang beriman kepada Allah.(Hud ayat 46).
S
etelah diperingatkan Allah, Nabi Nuh a.s. berdoa dengan lafazh doa diatas. Kemudian Allah mengabulkan doanya. (QS. Hud ayat 48). 
Do’a Keluarga Maslahah

Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami berikanlah ampunan kepadaku dan kepada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” (QS. Ibrahim: 41-42).
Penjelasan:
Doa diatas baik sekali dibaca dalam berbagai kesempatan, agar diri kita dan keluarga kita serta turunan kita senantiasa taat dan rajin beribadah kepada Allah Swt., khususnya ibadah shalat yang telah diwajibkan.
Dalam Al-Quran dikisahkan, bahwa doa tersebut dibaca oleh Nabi Ibrahim a.s., ketika ia baru saja memohon agar kota Mekkah dijadikan kota tentram, aman dan anak turunannaya diselematkan dari menyembah berhala. Lebih detail tentang kisah nabi ibrahim bisa dilihat dalam Al-Ouran Surah Ib�h�m ayat 35-42. 
Do’a Mohon Tempat yang Baik

Artinya: “Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah pula aku secara keluar yang benar. Dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan (pemimpin) yang menolong.” (Al-Isr’: 80).
Penjelasan:
Doa di atas dibaca bukan hanya dikhususkan ketika kita akan pergi. Tetapi dalam berbagai keadaan yang sering kali berubah sangat dianjurkan untuk dibacanya seperti akan melaksanakan pemilihan umum untuk memilih pemimpin. Doa di atas dibaca agar kita mendapatkan pemimpin yang jujur dan bijaksana. Baik juga doa di atas dibaca ketika kita akan meninggalkan tempat yang kita huni (dunia), memohon agar ditempatkan pada tempat yang layak setelah meninggal. Demikian Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya. 
Do’a Mohon diberi Kemudahan

Artinya: “Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ini.” (QS. Al-Kahfi: 10).
Penjelasan:
Doa diatas baik sekali dibaca oleh para pejuang muda yang menegakkan agama Allah agar mendapatkan keberhasilan dan kesuksesan. Karena doa tersebut adalah doa yang dibaca pemuda Ashh�b al-Kahfi, yakni sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah Swt. hingga mendapatkan petunjuk yang sempurna dari sisi-Nya. Doa ini dibaca oleh mereka ketika akan masuk gua sebagai persembunyiannya untuk menyelamatkan agama yang hak, agama yang mereka pegangi dari fitnah-fitnah dan orang-orang zhalim. Dan Allah Swt. mengabulkan doa mereka Kisah Ashhbu al-Kahfi dapat dibaca dalam Surah Al-Kahfi dari ayat 9-26. 
Do’a Kelapangan hati

Artinya: “Ya Tuhan, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah segala urusanku, dan lepaskanlah kekakuan lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaha: 27)
Penjelasan:
Doa di atas balk sekali dibaca ketika menghadapi kezhaliman seseorang, kelompok, dan penguasa. Juga dibaca agar mendapatkan kelancaran, kemudahan dalam berdakwah. Doa ini pula yang sering dibaca oleh para mubaligh.
Al-Quran mengisahkan, bahwa doa tersebut dibaca oleh Nabi Musa a.s. ketika mendapat perintah dari Allah Swt. agar menyampaikan risalah kepada Fir’aun. Dan akhirnya Allah Swt. mengabulkan permintaan Nabi Musa a.s., bisa dilihat dalam Al-Quran Surah Al-kahfi dari ayat 24-36. 

Do’a Mohon Jodoh dan Keturunan yang Baik
Artinya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidupku seorang diri, dan Engkaulah pewaris yang paling baik.” (QS. Al-Anbiyai’: 89).

Artinya: “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sungguh Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali ‘Imron: 38).
Penjelasan:
Doa di atas baik sekali dibaca oleh orang-orang yang belum mempunyai keturunan dan pasangan hidup. Juga baik sekali dibaca oleh setiap muslim agar diberi keturunan yang shalih.
Kedua ayat diatas merupakan doanya Nabi Zakariya a.s. agar diberi keturunan sebagai pelenjut perjuangannya menegakkan agama Allah. Kisah Nabi Zakaria bisa dilihat dalam Al-Our’an Surah Al-Anbiya’ ayat, 89-90; Ali-’Imron, 38-41. 
Do’a Mohon Terlepas dari Musibah

Artinya: “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung pula kepada-Mu, ya Tuhan kami dari kedatangan mereka kepadaku.” (OS. Al-Mukminn: 97-98).
Penjelasan:
Doa di atas dibaca dalam berbagai keadaan agar selamat dari tipu daya syathan, baik dalam beramal maupun dalam pergaulan. Dan doa diatas merupakan perintah Allah agar kita memperbanyak membacanya ketika terjadi musibah. (QS. Al-Mukminn ayat 93-94). 

Ya Allah, telah tiba bulan Ramadhan. Wahai Tuhan pemilik bulan Ramadhan, Engkau telah menurunkan Al-Qur’an di dalamnya dan telah menjadikannya sebagai penjelas atas petunjuk dan pembeda antara yang hak dan yang batil. Wahai Tuhan kami, berkatilah kami di dalamnya dan bantulah kami dalam melaksanakan puasa dan menunaikan shalat di dalamnya. Terimalah amal-amal kami di bulan ini.” *)

“Ya Allah, segala puji bagiMu yang telah membimbing kami untuk memujiMu supaya kami mengerti bersyukur atas segala kebaikanMu dan supaya Engkau membalas kami dengan balasan yang Kau berikan pada mereka yang berbuat kebajikan.
Segala puji bagi Allah yang menganugerahi kami dengan agamaNya, mengistimewakan kami dengan millahNya dan menunjukkan kami jalan-jalan kebaikanNya, dengan pujian yang Dia terima dari kita dan membuatNya ridha kepada kita.

Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan (kebaikanNya) adalah bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan pembersihan, bulan menegakkan shalat malam, bulan yang di dalamnya Al Qur’an diturunkan sebagai penyuluh dan (rincian) penjelasan petunjuk dan pembeda bagi manusia. (QS Al Baqarah: 185).
“Allahumma bariklana fii rajab wa sya’ban wa balighna Ramadhan”

Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab, Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan (HR. Ahmad dan Thabrani
Do’a Mohon Kemuliaan

Artinya: “Ya Tuhan kami, jauhkanlah adzab Jahanam dari kami, Sungguh ‘adzab itu adalah kebinasaan yang kekal.” (QS. Al-Furqn: 65).

Artinya: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqn: 74).
Penjelasan:
Dalam Al-Quran dikisahkan, bahwa doa tersebut dibaca oleh orang-orang yang senantiasa memuji dan menyucikannya. Mereka senantiasa berpegang teguh pada etika Islam, beramal shalih, memperbanyak dzikir dan doa dalam segala kesempata

Yaa Allah! Tanamkanlah dalam diriku kecintaan kepada perbuatan baik, dan tanamkanlah dalam diriku kebencian terhadap kemaksiatan dan kefasikan. Jauhkanlah dariku kemurkaan-MU dan api neraka dengan pertolongan-MU, Wahai Penolong orang-orang yang meminta pertolongan.

Yaa Allah! Hiasilah diriku dengan penutup dan kesucian. Tutupilah diriku dengan pakaian qana’ah dan kerelaan. Tempatkanlah aku di atas jalan keadilan dan sikap tulus. Amankanlah diniku dari setiap yang aku takuti dengan penjagaan-MU, Wahai penjaga orang-orang yang takut.

Yaa Allah! Sucikanlah diriku dari kekotoran dan kejelekan. Berilah kesabaran padaku untuk menenima segala ketentuan. Dan berilah kemampuan kepadaku untuk bertaqwa, dan bergaul dengan orang-orang yang baik dengan bantuan-MU,Wahai Dambaan orang-orang miskin.
Yaa Allah! Penuhilah bagianku dengan berkah-berkahnya, dan mudahkanlah jalanku menuju kebaikan-kebaikannya. Janganlah Kau jauhkan aku dari ketertedmaan kebaikan- kebaikannya, Wahai Pemberi petunjuk kepada kebenaran yang terang.

Yaa Allah! Bukakanlah bagiku pintu-pintu sorga dan tutupkanlah bagiku pintu-pintu neraka, dan berikanlah kemampuan padaku untuk membaca AI-Quran Wahai Penurun ketenangan di dalam hati orang-orang Mu’min.

Yaa Allah! berilah aku petunjuk menuju kepada keridloan- MU. Dan janganlah Engkau beri jalan kepada setan untuk menguasaiku. Jadikanlah sorga bagiku sebagai tempat tinggal dan peristirahatan, Wahai Pemenuh keperluan orang- orang yang meminta.

Yaa Allah! Bukakanlah bagiku pintu-pintu karunia-MU, turunkan untukku berkah-berkahmu. Berilah kemampuan untukku kepada penyebab-penyebab keridloan-MU, dan tempatkanlah aku di dalam sorga-MU yang luas, Wahai Penjawab doa orang-orang yang dalam kesempitan.
Ya Allah Rabb kami yang maha pemberi Rahmat dan Karunia, di sore yang Cerah ini

Hambamu Berkumpul mengucap syukur atas segala nikmat-nikmat-Mu, Ni’mat yang melimpah, ni’mat yg tiada mungkin kami dapat untuk menghitungnya wainta’uddu ni’matallahi la tuhsu ha. Untuk itu Ya Allah Jadikanlah kami semua sebagai hamba yang senantiasa bersyukur.
Ya Allah Yang Maha Pengampun begitu banyak dosa-dosa yang telah kami kerjakan, begitu banyak kesalahan dan kemaksiatan kami lakukan, baik yang disengaja maupun yang karena kesombongan dan keangkuhan kami, maka ampunillah kami ya Allah ( Allahummaghfirlana Dzunu bana ).

Ya Allah, Atas Nikmatmu kami semua bisa bertemu dengan bulan yang penuh berkah ini, berikanlah kekuatan kepada kami, agar kami dapat menjadikan Ramadhan ini menjadi Ramadhan yang bermakna, Ramadhan yang terbaik, Ramadhan yang akan mengantarkan kami kepada puncak ketaqwaan, Ramadhan yang akan menghapus segala kesalahan dan dosa kami, Ramadhan yang akan memasukkan kami ke dalam surga-Mu melalui pintu Ar-Royyan seperti yang Engkau Janjikan, Ramadhan yang akan mempertemukan kami dengan orang-orang yang kami cintai di Surga-Mu, Ramadhan yang akan mepertemukan kami dengan-Mu Ya Allah

Allahumma innaka ‘afuwwun kariim tuhibbul ’afwa wa’fu’anna ya Kariim, Allahumma Inna nasalukal jannah wana’u dzubika min sakhotika wannaar

Ya Allah, kami hampir-hampir tidak pernah lupa membaca koran, surat kabar sekedar untuk tahu perkembangan hari ini, akan tetapi Ya Allah betapa jarangnya kami menyempatkan diri membaca kitab suci-Mu. Untuk itu ya Allah Kuatkanlah tekad dan diri kami untuk bisa merasakan indahnya firman-firman-Mu.

Ya Allah di saat gedung-gedung yang kami bangun semakin tinggi, akan tetapi ahlak kami semakin rendah, disaat jalan-jalan yang kami buat semakin lebar akan tetapi semakin sempit pikiran kami, untuk itu ya Allah perbaikilah senantiasa ahlak kami, ahlak keluarga kami, ahlak anak kami dan ahlak masyarakat kami.

Ya Allah, betapa sering kami menghabiskan waktu untuk menyaksikan tontonan2 di rumah kami, akan tetapi sangat berat tubuh kami untuk mengaji, untuk itu ya Allah ringankanlah langkah kami untuk senantiasa hadir dalam majlis majlis mulia kami

Ya Allah Yang Maha Suci, betapa sering kami menghabiskan waktu untuk mencuci dan membersihkan kendaraan yang kami miliki, akan tetapi rasanya tiada waktu bagi kami untuk membersihkan dan mencuci hati kami, mulai hari ini Ya Allah bersihkanlah hati-hati kami, jauhkanlah kami dari perasaan dengki, perasaan iri, prasangka, khianat dan kebohongan di antara kami.

Ya Allah di saat rumah-rumah kami semakin indah, akan tetapi semakin sedikit waktu kami untuk menikmatinya, oleh karena itu Ya Allah berkahilah senantiasa waktu kehidupan keluarga kami.

Ya Allah di zaman yang kami lihat semakin banyak keluarga yang mempunyai banyak penghasilan, keluarga-keluarga yang terkenal, namun juga semakin banyak kami lihat keluarga yang tercerai berai ya Allah, oleh karena itu Ya Allah kuatkanlah selalu ikatan keluarga kami, jadikanlah keluarga kami keluarga yang senantiasa dalam nuansa cahaya islam , keluarga yang berkah, sakinah, mawaddah wa rahmah.

Allahumma arinal haqqo warzuqnat tiba’ah warinal bathila bathilah warzuqnat tinabah ( Ya Allah tunjukanlah kepada kami yang benar itu benar dan berikanlah kepada kami kekuatan untuk dapat mengikutinya, dan tunjukanlah yang salah itu salah dan berikanlah kepada kami kekuatan untuk menjauhi dan meninggalkannya )

Ya Allah Yang Maha Bijaksana, Rasulmu mengatakan Innallaha yuhibbu idza ‘amila ahadukum an yuthqinahu ( Bahwa Engkau ya Allah menyukai manakala hambaMu beramal dan bekerja dg amalan yang rapi/profesional ) akan tetapi ya Allah, Masih Jauh gambaran kerja kami dari profesional dan ideal. Maka Ya Allah ampunilah kami atas segala amanah yang diberikan kepada kami. Janganlah amanah yang Engkau berikan kepada kami menjadi alat kesombongan kami. Dan janganlah juga Engkau berikan beban yang berat kepada kami beban yang tiada bisa kami memikulnya ( La yukallifullahu nafsan illa wus ‘aha ).

Ya Allah yang Maha Memberi Petunjuk, Entah apa yang nanti bisa kami hadapkan di pengadilan-Mu kelak, saat mulut ini terkunci, saat kata tiada lagi, saat kaki mengatakan ke tempat maksiat mana kami pergi, saat tangan mengatakan apa saja yang kami ambil yang bukan hak kami, saat mata mengatakan apa-apa yang tidak pantas kami pandang. Mulai hari ini ya Allah limpahkan petunjuk-Mu, bimbinglah kami di jalan-Mu, terangi kami dengan Cahaya Kelembutan-Mu.

Ya Allah jadikanlah momentum sepuluh hari terakhir ini menjadi momentum perubahan pada diri kami, perubahan yang terus menerus ke arah perbaikan, Perubahan yang dahsyat, sebagaimana Engkau merubah ulat yang menjijikan menjadi kupu-kupu yang sangat indah dengan cara berpuasa menjadi kepompong. Demikian juga kami ya Allah, rubahlah diri kami menjadi manusia baru yang suci, manusia yang mulia manusia yang taqwa dengan kebrkahan Ramadhan-Mu ini Ya Allah.

Yaa Allah yang Maha Mengabulkan Doa dan Menghapuskan Dosa, kami sadari betapa kotornya diri kami, betapa banyak dosa kami, betapa hitam hati kami, tetapi kami tidak penah berputus asa dari mengharap rahmatMU yaa Allah. Satu pinta terakhir kami yaa Allah terimalah tobat kami sebelum maut menjemput, berikan rahmat saat menghadapi maut, ampunkan kami setelah maut, dan ringankan beban kami dalam menghadapi sakaratul maut. Yaa Allah terimalah doa dan ampunkan dosa kami. Amiin yaa Robbal ‘Alamin.

Ya Allah jadikanlah kenikmatan yang tertinggi yang kami peroleh adalah kenikmatan berada dalam surgamu, Ya Allah jadikanlah perjumpaan denganMu adalah puncak cita-cita kami. Jadikanlah ketentraman kami yang paling akhir adalah berkumpul dengan orang-orang yang kami cintai di akhirat nanti.

Ya Allah berikanlah kebahagiaan kepada Ibunda dan ayahanda kami, dan kebahagiaan kepada saudara-saudara kami.

Ya Allah Berikanlah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat ( Rabbana atina fid dunia hasanah wa fil akhirati hasanah wakina ‘adza bannar )

Yaa Allah! Sucikanlah aku dari dosa-dosa, dan bersihkanlah diriku dari segala aib. Tanamkanlah ketaqwaan di dalam hatiku, Wahai Penghapus kesalahan onang-orang yang berdosa.

Yaa Allah! Aku memohon kepada-MU hal-hal yang mendatangkan keridloan-MU, dan aku berlindung dengan- MU dan hal-hal yang mendatangkan kemarahan-MU, dan aku memohon kepada-MU kemampuan untuk mentaati-MU serta menghindari kemaksiatan tenhadap-MU, Wahai Pemberi para peminta.

Yaa Allah! Jadikanlah aku orang-.orang yang mencintai Auliya-MU dan memusuhi musuh-musuh MU. Jadikanlah aku pengikut sunnah-sunnah penutup Nabi-MU, Wahai Penjaga hati para Nabi.
Yaa Allah! Janganlah.Engkau hukum aku, karena kekeliruan yang kulakukan. Dan ampunilah aku dari kesalahan-kesalahan dan kebodohan. Janganlah Engkau jadikan diriku sebagai sasaran bala’ dan malapetaka dengan kemualian-MU, Wahai Kemulian kaum Muslimin.
Yaa Allah! Berilah aku rizki berupa ketaatan orang-orang yang khusyu’. Dan lapangkanlah dadaku dengan taubatnya orang-orang yang menyesal, dengan keamanan-MU, Wahai Keamanan untuk orang-orang yang takut.

Segala puji bagi Allah yang menganugerahi kami dengan agamaNya, mengistimewakan kami dengan millahNya dan menunjukkan kami jalan-jalan kebaikanNya, dengan pujian yang Dia terima dari kita dan membuatNya ridha kepada kita.

Segala puji bagi Allah yang menjadikan di antara jalan-jalan (kebaikanNya) adalah bulan Ramadhan, bulan puasa, bulan Islam, bulan kesucian, bulan pembersihan, bulan menegakkan shalat malam, bulan yang di dalamnya Al Qur’an diturunkan sebagai penyuluh dan (rincian) penjelasan petunjuk dan pembeda bagi manusia. (QS Al Baqarah: 185).

Dia menjelaskan keutamaan bulan ini melebihi semua bulan dengan menjadikannya berlimpah dengan kesucian dan bertabur dengan fadhilah. Dia mengharamkan di bulan ini yang dihalalkan di bulan lain sebagai pengagungan untuknya. Dia larang di bulan ini makan dan minum sebagai penghormatan untuknya. Dia jadikan di bulan ini waktu-waktu tertentu (saat sahur dan buka) yang tidak boleh didahulukan dan tidak boleh diakhirkan. Lalu, Dia muliakan satu malam di antara malam-malam bulan ini melebihi malam-malam seribu bulan. Dia namakan malam itu dengan malam Lailatul Qadar. Pada malam itu turun para malaikat dan Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan, menebar kedamaian (bagi mereka) (QS al-Qadr:4-5) terus-menerus dan menaburkan keberkahan sampai terbit fajar kepada siapa saja dikehendaki dari para hamba Allah sesuai dengan ketentuan dan ketetapanNya.

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya dan ilhamkan kepada kami untuk mengenal kebesarannya (Ramadhan), mengagungkan kesuciannya, menjaga apa yang dilarangnya. Bantulah kami untuk menjalankan puasanya dengan menahan anggota badan dari durhaka kepadaMu dan menggunakannya untuk segala apa yang Kau ridhai. Sampai kemudian telinga-telingan kami tidak mengarah pada kesia-siaan, mata-mata kami tidak terpusat pada kealpaan, tangan-tangan kami tidak kami ulurkan pada larangan, kaki-kaki kami tidak kami langkahkan pada keburukan, perut-perut kami tidak kami isi kecuali dengan yang Engkau halalkan, lidah-lidah kami tidak berbicara kecuali yang Engkau contohkan. Kami tidak melakukan kecuali yang mendekatkan pahalaMu dan kami tidak mengerjakan kecuali yang dapat menghindarkan kami dari siksaMu.

Maka bersihkanlah semua (amal-amal) itu dari riyanya tukang riya, daro pamernya tukang pamer. Di bulan ini kami tak akan menyekutukanMu dengan siapapun dan tidak akan mencari kerinduan selain kepadaMu.

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Bantulah kami di bulan Ramadhan untuk memperhatikan waktu-waktu shalat yang lima dengan hukum-hukumnya yang Kau tentukan, fardhu-fardhunya yang Kau fardhukan, tugas-tugasnya yang Kau tugaskan, dan waktunya yang Kau tetapkan.

Di dalam shalat kami naikkan kami ke tingkatan orang yang memelihara tahap-tahapnya, menjaga rukun-rukunnya, melakukannya pada waktu yang sesuai dengan apa yang disunahkan hambaMu, RasulMu SAW, dalam ruku’nya, sujudnya, dan semua geraknya, dengan kesucian yang paling tinggi dan paling sempurna, dengan kekhusyuan yang paling nyata dan paling menukik.

Dalam bulan in, bantulah kami untuk menyambungkan persaudaraan dengan kebajikan dan kekeluargaan, memperhatikan tetangga kami dengan bantuan dan pemberian, membebaskan harta kami dari tuntutan, membersihkannya dengan mengeluarkan zakat, menyambung lagi orang yang menjauhi kami, memperlakukan dengan adil orang yang menyakiti kami, berdamai dengan irang yang memusuhi kami, kecuali dalam permusuhan yang semata karenaMu dan untukMu, karena dialah musuh yang tidak kami senangi dan golongan yang tidak kami sukai.

Dalam bulan ini, bantulah kami untuk mendekatkatiMu dengan amal-amal suci yang membersihkan dosa-dosa kami dan menjaga kami dari mengulangi cela, sehingga para malaikatMu tidak lebih banyak memasuki pintu-pintu ketaatan dan macam-macam peribadatan daripada yang kami persembahkan untukMu.

Ya Allah, aku bermohon kepadaMu demi hak bulan ini, demi hak siapa saja yang menyembahMu, sejak permulaannya sampai waktu kematiannya, para malaikat yang Kau dekatkan, para nabi yang Kau kirim, para hamba saleh yang Kau istimewakan, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Di bulan ini, jadikanlah kami orang yang layak menerima anugerah yang Kau janjikan kepada para kekasihMu, yang Kau pastikan kepada orang-orang yang sungguh-sungguh beribadah kepadaMu. Tempatkan kami dalam kelompok orang yang berhak mendapat tempat paling mulia dengan rakhmatMu.

Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, jauhkanlah kami dari ketergelinciran dalam bertauhid kepadMu, kekurangan dalam memujiMu, keraguan terhadap agamaMu, keburukan dari jalanMu, kelalaian akan kesucianMu, ketertipuan oleh musuhMu, setan yang terkutuk!

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Jika pada malam-malam bulan ini ada hamba yang tengkuknya dibebaskan dengan ampunanMu atau dianugerahi maafMu, tempatkan kami pada kelompok dan orang yang terbaik di bulan ini.

Ya Allah, hilangkan dosa-dosa kami bersamaan dengan hilangnya bulan sabit Ramadhan, lepaskan beban-bena kami bersamaan dengan berlalunya hari-harinya, sehingga ketika bulan ini meninggalkan kami, Engkau telah membersihkan kami deri kesalahan, Engkau sudah melepaskan kami dari keburukan.

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya, jika kami di bulan ini menyimpang, luruskanlah; jika akmi tergelincir, tegakkanlah; jika setan musuh kami mencengkeram, selamatkanlah kami.

Ya Allah, penuhi bulan ini dengan pengabdian kami kepadaMu, hiasi waktu-waktunya dengan ketaatan kami kepadaMu, bantulah kami pada waktu siangnya dengan puasa dan malamnya dengan shalat khusyuk, bersimpuh dan merendah kepadaMu. Sehingga siangnya tidak menyaksikan kami dalam kelalaian, malamnya tidak melihat kami dalam kealpaan. Ya Allah, jadikan kami seperti ini juga di bulan-bulan lain, sepanjang Kau hidupkan kami.
Jadikan kami di antara hamba-hambaMu yang shalih yang menwarisi Firdaus dan kekal di dalamnya (QS Al Mukminun:11), yang memberikan apa yang mereka berikan dalam keadaan gemetaran (mengetahui) bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan, mereka termasuk orang-orang yang berlomba-lomba mendapat kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya pada setiap waktu dan saat, pada segala keadaan, sebanyak shalawat yang Kau berikan kepadanya dan gandakan shalawat itu dengan kelipatan yang hanya Engkau yang dapat menghitungnya. Sungguh Engkau melakukan apa yang Engkau kehendak

Yaa Allah! Berilah aku kemampuan untuk hidup sebagaimana kehidupan orang-orang yang baik. Dan jauhkanlah aku dari kehidupan bersama orang-orang yang jahat. Dan naungilah aku dengan rahmat-MU hingga sampai kepada alam akhirat. Demi ketuhanan-MU Wahai Tuhan seru sekalian alam.

Yaa Allah! Tunjukkanlah aku kepada amal kebajikan dan penuhilah hajat serta cita-cita-ku. Wahai Yang Maha Mengetahui keperluan, tanpa pengungkapan permohonan. Wahai Yang Maha Mengetahui segala yang ada didalam hati seluruh isi alam. Sholawat atas Mohammad dan keluarganya yang suci.

Yaa Allah! Sadarkanlah aku akan berkah-berkah yang terdapat di saat saharnya. Dan sinarilah hatiku dengan terang cahayanya dan bimbinglah aku dan seluruh anggota tubuhku untuk dapat mengikufi ajaran-ajarannya, Demi cahaya-Mu Wahai Penerang hati para arifin.

Yaa Allah! Liputilah aku dengan rahmat dan benikanlah kepadaku Taufiq dan penjagaan. Sucikanlah hatiku dan noda-noda fitnah wahai pengasih terhadap hamba- hambaNYA yang Mu’min.

Yaa Allah! Jadikanlah puasaku disertai dengan syukur dan penerima di atas jalan keridloan-MU dan keridloan Rasul. Cabang-cabangnya kokoh dan kuat berkat pokok-pokoknya, Demi kenabian Mohammad dan keluarganya yang suci, dan segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam

Yaa Allah! Jadikanlah usahaku sebagai usaha yang disyukuri, dan dosa-dosaku diampuni, amal perbuatan ku diterima, dan seluruh aibku ditutupi, Wahai Maha Pendengar dan semua yang mendengar.

Yaa Allah! Rizkikanlah kepadaku keutamaan Lailatul Qadr, dan ubahlah perkara-perkaraku yang sulit menjadi mudah. Terimalah permintaan maafku, dan hapuskanlah dosa dan keslahanku, Wahai Yang Maha Penyayang terhadap hamba- hambanya yang sholeh.

Yaa Allah! Penuhkanlah hidupku dengan amalan-amalan Sunnah, dan muliakanlah aku dengan terkabulnya semua permintaan. Dekatkanlah perantaraanku kepada-MU diantara semua perantara, Wahai Yang tidak tersibukkan oleh permintaan orang-orang yang meminta.
Allahumma bariklana fii rajab wa sya’ban wa balighna Ramadhan

Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab, Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan (HR. Ahmad dan Thabrani)
Ucapan ramadhan :
Marhaban ya Ramadhan Marhaban fi syahril mubarok wa syahril maghfiroh. Barakallau lana walakum daaiman bijami’i khoir. Wal’awfu minkum

sumber http://korananakindonesia.wordpress.com/2010/08/14/1001-doa-saat-bulan-ramadhan/